Delik Anti-Pancasila, Kartosoewirjo: Kisah Pendeta Gerungan dan Masyumi - Radar Militer

01 Januari 2017

Delik Anti-Pancasila, Kartosoewirjo: Kisah Pendeta Gerungan dan Masyumi

Presiden Sukarno menghadiri konvensi Partai Masyumi.
Presiden Sukarno menghadiri konvensi Partai Masyumi

Menarik membaca buku lawas karya Soemarso Soemarsono: "Pengalaman dari Tiga Pendjara" (Jakarta, Yayasan Bunga Revolusi, 1971).
Di bagian akhir, Almarhum Soemarso yang juga mantan Pemimpin Redaksi Harian Abadi bercerita tentang temannya, seorang lelaki, sesama tahanan yang terus bersamanya di Rumah Tahanan Militer (RTM) Jl. Keagungan, di penjara, Salemba, dan di penjara Glodok, Jakarta.
Lelaki itu telah berusia kira-kira 70 tahun, fisiknya mulai ringkih, tetapi semangatnya tidak pernah pudar. Di penjara, orang memanggilnya Gerungan, berasal dari Minahasa, seorang Nasrani yang taat. Dia seorang pendeta di suatu gereja kecil.
Malam sebelum tidur, dan pagi-pagi bersamaan dengan datangnya waktu Subuh, suara Gerungan mengalun keras sekali menyanyikan lagu pujian agama Kristen. Lagu pujiannya terdengar di seluruh pelosok penjara. Gerungan taat dan rajin sekali menjalankan ibadatnya itu, sampai-sampai "Saya hafal nyanyian Kristen itu, lengkap dengan urut-urutan satu persatunya," tulis Soemarso.
Pendeta Gerungan inilah yang dulu namanya dimuat di surat-surat kabar, sebab dialah yang menawarkan diri kepada pemerintah untuk diterjunkan di daerah Darul Islam (DI) Jawa Barat guna menemui Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Gerungan mengaku sanggup membuat perdamaian dengan Kartoseowirjo. Dia yakin Kartosoewirjo tidak bersalah.
Pendeta Gerungan juga minta diterjunkan di Irian Barat (kini Papua) sebagai sukarelawan yang akan berjuang mengusir Belanda.
Pendeta Gerungan terus menerus berkirim surat kepada Kejaksaan Agung, menyalahkan politik pemerintahan Sukarno dan meminta supaya komunis dilarang di seluruh Indonesia. Di mata Gerungan, yang menyuburkan Partai Komunis Indonesia (PKI) itu Presiden Sukarno. Peringatan dari siapapun yang memintanya agar menghentikan kebiasaannya menyurati Kejaksaan Agung, tidak digubrisnya. Dengan mata melotot dia berkata: "Saya akan berjuang sampai titik tinta yang terakhir."
Akibat sikapnya itu, Gerungan ditangkap dan dipenjara. Dia terkena delik menyerang Pancasila. Atas tuduhan itu, dia menantang Presiden Sukarno untuk menetapkan siapa yang benar, siapa yang salah. Caranya ialah dengan menyembelih korban ternak yang dipersembahkan kepada Tuhan. Penyembelihan itu dilakukan di Lapangan Banteng. Pendeta Gerungan ingin tahu siapa yang kurbannya akan diterima Tuhan.
Pihak Kejaksaan Agung yang kasihan melihat pendeta tua itu meringkuk di penjara, menawarkan pembebasan Gerungan dengan syarat lelaki itu tidak mengulangi perbuatannya. Usul kejaksaan itu ditolaknya mentah-mentah. Gerungan memilih tetap meringkuk dalam penjara.
Gerungan seorang Kristen yang taat. Dia seorang pendeta. Akan tetapi, berkali-kali dia menyatakan bahwa politiknya sepenuhnya membenarkan dan mengikuti Partai Islam Masyumi.
Pendeta Gerungan sangat fanatik kepada tokoh-tokoh Masyumi.
Lukman Hakiem: Mantan Staf Perdana Menteri M Natsir
Sumber : http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/16/12/31/oiyzxu385-delik-antipancasila-kartosoewirjo-kisah-pendeta-gerungan-dan-masyumi

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb