Fransisco Guterres "Lu-Olo", Mantan Gerilyawan Jadi Presiden Baru Timor Leste - Radar Militer

04 April 2017

Fransisco Guterres "Lu-Olo", Mantan Gerilyawan Jadi Presiden Baru Timor Leste

Fransisco Guterres "Lu-Olo"
Fransisco Guterres "Lu-Olo" 

Antropolog dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Nusa Tenggara Timur, Pater Gregor Neonbasu SVD PhD berpendapat, Indonesia masih dipandang penting dan strategis di bidang ekonomi, politik dan keamanan bagi Timor Leste.
"Siapapun yang menjadi presiden di Timor Leste, menurut hemat saya, Indonesia tetap dipandang penting dan strategis bagi negara itu di bidang ekonomi politik dan keamanan," kata Pater Gregor Neonbasu di Kupang, Senin kemarin.
Anggota Institut Anthropos di Jerman itu mengemukakan pandangannya berkaitan dengan terpilihnya mantan gerilyawan Timor Leste Fransisco Guterres sebagai Presiden Timor Leste dalam pemilu presiden. Kepadanya juga ditanyakan mengenai pandangan pemerintah negara itu di bidang ekonomi politik dan keamanan.
Fransisco Guterres atau lebih populer dengan sebutan Lu-Olo telah terpilih menjadi Presiden Timor Leste dalam pemilu presiden yang baru berlangsung di negara setengah Pulau Timor itu.
Menurut dia, Indonesia dipandang penting oleh Timor Leste karena beberapa hal. Pertama ekonomi masyarakat di negara Timor Leste masih tergantung dari Indonesia.
Kedua tentang politik dan ketiga keamanan. Indonesia masih juga memegang peranan penting bagi kehidupan internal Timor Leste.
Dalam arti, paradigma dan suasana serta perspektif politik Timor Leste selalu memperhitungkan citra politik NKRI dalam kaitan dengan usaha mencipta kondisi politik internasional di kawasan Asia dan Pasifik.
Kemudian berkaitan dengan keamanan, Indonesia memegang peranan penting berkaitan dengan banyaknya warga Indonesia kelahiran Timor Leste, yang masih merindu untuk kembali ke Timor Leste.
"Sementara, ada yang memang tidak mau kembali, namun masih sering bertandang ke Timor Leste untuk mengunjungi sanak keluarga dan para sahabat," kata Greor yang juga Ketua Komisi Sosial Budaya Dewan Riset Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pandangan hampir sama disampaikan pemerhati masalah Timor Leste Eurico Guterres yang mengatakan, tidak sedikit perusahaan swasta Indonesia yang membangun infrastruktur di negara yang baru memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui referendum pada 1999.
Selain itu, orang Timor Leste lebih memilih Indonesia untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi ketimbang ke negara lain yang jauh dan biayanya mahal.
"Kita juga tahu bahwa sembilan bahan pokok di Timor Leste boleh dibilang seratus persen didatangkan dari Indonesia," katanya.
"Ketergantungan ini membuat Presiden terpilih Lu-Olo harus menyesuaikan diri jika ingin negaranya selamat," kata mantan Wakil Panglima Pejuang Integrasi (PPI) Timor Timur itu.
Sumber : http://www.antaranews.com/

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb