Kasus Pengadaan Heli AW 101, KPK: Ada Tersangka dari TNI - Radar Militer

27 Mei 2017

Kasus Pengadaan Heli AW 101, KPK: Ada Tersangka dari TNI

 AugustaWestland (AW)-101
 AugustaWestland (AW)-101 

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan sudah ada tersangka dari militer yang ditetapkan dalam penanganan kasus pengadaan helikopter AugustaWestland (AW)-101. Nantinya, penanganan tersangka dari militer itu akan ditangani oleh TNI.
"Sebetulnya tersangka dari TNI sudah dinaikkan," kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (26/5/2017).
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo turut hadir dalam konferensi pers tersebut. Agus lalu mengatakan ada pula dari pihak swasta yang kemungkinan besar akan ditetapkan sebagai tersangka dalam waktu dekat.
"Kemudian dari swasta yang menangani KPK. Hari ini sudah dilakukan penyelidikan dan dalam waktu tidak terlalu lama akan dilakukan penyidikan," kata Agus.
Menurut Agus, penanganan kasus itu merupakan kerja sama antara KPK dengan TNI yang telah dilakukan dalam 3 bulan terakhir. Agus menyebut pengadaan helikopter AW 101 itu nilainya mencapai Rp 738 miliar.
Pengadaan helikopter jenis angkut penumpang tersebut menimbulkan kontroversi lantaran rencana pembeliannya ditolak Presiden Joko Widodo pada 2015. Awalnya helikopter tersebut ditujukan sebagai helikopter pengangkut very-very important person (VVIP), namun harganya dinilai terlalu mahal untuk kondisi ekonomi Indonesia yang sedang tak stabil.
Namun, pada 2016, Marsekal (Purn) Agus Supriatna, yang masih menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Udara, kembali melakukan pengadaan helikopter AW-101 dengan perubahan fungsi, sebagai helikopter angkut pasukan dan SAR.
Kasus Heli AW 101, Panglima TNI Sebut Ada Penggelapan dan Pemalsuan
Penyidik Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI menetapkan 3 tersangka berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter Augusta Westland (AW)-101. Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan ada sejumlah pelanggaran yang diduga dilakukan 3 tersangka.
"Karena yang dilakukan adalah ketidaktaatan terhadap perintah, penyalahgunaan wewenang jabatan, tidak mengikuti peraturan dalam pengadaan barang dan jasa, penggelapan, dan pemalsuan. Sekali lagi, akibat perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian negara," kata Gatot dalam konferensi pers di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (26/5/2017).
Ketiga tersangka tersebut adalah Marsma TNI FA, yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa; Letkol WW, sebagai pejabat pemegang kas; serta Pelda SS, yang diduga menyalurkan dana-dana terkait pengadaan kepada pihak-pihak tertentu.
Proyek pengadaan itu disebut senilai Rp 738 miliar dan menyebabkan kerugian keuangan negara yang untuk sementara sebesar Rp 220 miliar. Di tempat yang sama, Ketua KPK Agus Rahardjo menyebut ada mark-up berkaitan dengan pembelian heli itu.
"Dari laporan yang kami dapat, ini semacam mark-up ya, jadi semestinya harganya tidak sebesar itu. Itu kemudian di dalam kontraknya dinyatakan melebihi dari yang seharusnya dibeli," tutur Agus.
Kasus tersebut berhasil dibongkar atas kerja sama TNI dengan KPK. Nantinya, dalam pengusutannya, Puspom TNI akan menangani pihak-pihak dari unsur militer, sedangkan KPK akan melakukan penanganan dari sipil nonmiliter.
Kasus Korupsi Heli AW 101, Puspom TNI Blokir Rekening Rp 139 Miliar
Penyidik Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI memblokir rekening berisi Rp 139 miliar berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AugustaWestland (AW)-101. Terlepas dari itu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo meyakini adanya transaksi uang tunai lainnya berkaitan dengan kasus itu.
"Kemudian saya yakin uang-uang tunai lainnya yang disita akan bertambah pasti, akan bertambah. Tapi yang sudah berhasil diamankan pemblokiran rekening adalah Rp 139 miliar," kata Gatot dalam jumpa pers di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (26/5/2017).
Sejauh ini, Puspom TNI telah menetapkan 3 orang tersangka yaitu Marsma TNI FA yang bertugas pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa; kedua Letkol WW, sebagai pejabat pemegang kas dan tersangka ketiga adalah Pelda SS yang diduga menyalurkan dana-dana terkait pengadaan ke pihak-pihak tertentu. Namun, Gatot menyebut kemungkinan adanya tersangka lain masih terbuka lebar.
"Dan perlu diketahui bahwa ini adalah hasil sementara, masih sangat sangat mungkin ada tersangka lain. Penyidik Pom TNI, KPK, PPATK masih terus melakukan upaya-upaya khususnya terkait dengan penanganan kasus pengadaan helikopter AW 101 tersebut," ujar dia.
Penyidikan ini menurut Gatot dimulai dari investigasi yang dilakukan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) dengan surat perintah pada 29 Desember 2016. KSAU kemudian mengirim hasil investigasi pada 24 Februari 2017.
"Dari hasil investigasi sudah semakin jelas, tetapi ada pelaku-pelaku (lain) sebab korupsi kan konspirasi. Maka bermodal investigasi KSAU, saya bekerja sama dengan kepolisian, BPK khususnya dengan PPTAK dan KPK," terang Gatot.
Anggaran pengadaan heli itu merupakan anggaran tahun 2016 yaitu sebesar Rp 738 miliar. Gatot menyebut sampai saat ini diduga kasus itu menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 220 miliar.
Kasus tersebut diungkap berdasarkan kerja sama Puspom TNI dengan KPK. Untuk unsur militer akan ditangani Puspom TNI, sedangkan KPK nantinya akan mengusut dari sisi swastanya atau dari penyedia barang dan jasanya.
Panglima TNI Beberkan Kronologi Terbongkarnya Kasus Heli AW 101
Penyidik Puspom TNI menetapkan tiga orang tersangka dari unsur militer dalam dugaan korupsi pengadaan helikopter Agusta Westland (AW) 101. Penyimpangan terbongkar setelah TNI melakukan penyelidikan internal dan menggandeng KPK.
"Presiden memerintahkan kejar terus panglima, kita sekarang sedang berusaha mengumpulkan tax amnesty, maka saya berjanji kepada presiden, saya akan membentuk tim investigasi," ujar Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dalam jumpa pers di gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (26/5/2017).
Berikut perjalanan pengungkapan kasus heli angkut AW 101 untuk TNI AU yang dipaparkan Panglima TNI:
- 3 Desember 2015
Dalam rapat terbatas, Presiden Joko Widodo menurut Gatot meminta agar pembelian Heli AW 101 ditunda karena kondisi perekonomian Indonesia.
"Presiden menyatakan kondisi ekonomi saat ini belum benar-benar normal maka pembelian helikopter AW belum dapat dilakukan, tetapi apabila kondisi ekonomi seperti saat ini sudah lebih baik lagi, maka bisa beli," ujar Gatot.
- 23 Februari 2016
Presiden Jokowi dalam beberapa kali rapat terbatas termasuk tanggal 23 Februari 2016 memberikan arahan meminta agar seluruh kementerian dan lembaga menggunakan produk dalam negeri.
- 12 April 2016
Seskab mengirimkan surat ke Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) mengenai perkiraan realisasi pengadaan alutsista tahun 2015-2019. Salah satu pokok isinya mengenai rencana pengadaan alutsista TNI AU buatan luar negeri.
"Pengadaan alutsista TNI sebagai bagian peralatan pertahanan dan keamanan harus memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, khususnya UU 16 tahun 2012 tentang industri pertahanan, pengadaan Alpalhankam (alat peralatan pertahanan dan keamanan) produk luar negeri hanya dapat dilakukan apabila belum dapat diproduksi industri dalam negeri," terang Gatot.
- 29 Juli 2016
Pada tanggal ini menurut Gatot, perjanjian antara TNI Mabes AU dengan PT Diratama Jaya Mandir tentang pengadaan helikopter angkut AW 101 diteken.
- 14 September 2016
Gatot kemudian menyurati KSAU untuk melakukan pembatalan pembelian heli angkut AW 101.
- 29 Desember 2016
Panglima TNI membuat surat perintah tentang tim investigasi pengadaan pembelian Heli AW 101. Proses investigasi awal diserahkan ke KSAU pada bulan Januari 2017.
- Akhir Januari 2017
KSAU Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mengatakan 1 helikopter AW-101 datang tetapi tidak diterima sebagai kekuatan TNI AU.
"Namun kenyataannya 2017, heli datang pada akhir Januari, tapi 1 heli itu belum kita terima sebagai kekuatan AU sehingga yang ada hanya 1 versi militer yang speknya belum memenuhi fleksibilitas itu," kata Hadi.
- 24 Februari 2017
KSAU mengirimkan hasil investigasi. Dari hasil ini, Panglima TNI memutuskan bekerja sama dengan Polri, BPK, PPATK dan KPK.
Dalam kasus ini POM TNI bersama KPK memeriksa sejumlah saksi yakni 6 orang dari pihak militer dan 7 orang sipil nonmiliter. Selain itu disita juga uang dari rekening BRI penyedia barang.
Kemudian ditetapkan tiga orang tersangka yakni Marsma TNI FA yang bertugas pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa: kedua Letkol WW, sebagai pejabat pemegang kas dan tersangka ketiga adalah Pelda SS yang diduga menyalurkan dana-dana terkait pengadaan ke pihak-pihak tertentu.
Sedangkan dari penghitungan sementara, ditemukan potensi kerugian negara sekitar Rp 220 miliar.
"Dari hasil penyelidikan POM TNI bersama-sama KPK dan PPATK terhadap dugaan penyimpangan pengadaan helikopter AW 101 TNI AU," sebut Gatot.

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb