AH-64E Apache Guardian |
Berbagai jenis alutsista yang terus berdatangan di tanah air tentu sangat mengembirakan. Program MEF (minimum essential force) yang sudah dimulai sejak tujuh tahun lalu memberikan banyak inventori alutsista berteknologi untuk segala matra. Pertanyaannya adalah sudah kuatkah kita. Maka jawaban lugasnya adalah belum. Sebab kita baru dalam kondisi untuk memulihkan kondisi persenjataan TNI yang selama ini gizi alutsistanya memprihatinkan.
Berbagai jenis alutsista yang datang mulai dari tank Leopard, IFV Marder, panser Anoa, MLRS Astros II, howitzer Caesar Nexter, howitzer KH-178, KH-179, helikopter Mi-35P, Mi-17, Bell 412 EP, KCR- 60, 40, FPB-57, LPD, LST, korvet, light frigat PKR 10514, kapal selam U-209 Class, tank amfibi BMP-3F, Pandur II, Arisgator, MLRS RM-70 Vampire, RM-70 Grad, berbagai jenis peluru kendali, jet tempur F-16 Block 52ID, T50i Golden Eagle, EMB-314 Super Tucano, C-130 Hercules, CN-295, berbagai jenis radar militer, helikopter CSAR EC725 Caracal, helikopter AKS AS565 MBe Panther, drone, dan lain-lain adalah dalam rangka mencukupi gizi alutsista tentara kita yang selama ini kurang diperhatikan.
Adalah sebuah “fardhu kifayah” alias kewajiban mutlak dari pemerintah untuk memperkuat pertahanan negeri kepulauan ini yang luasnya setara Eropa. Apabila fardu kifayah ini tidak dilaksanakan atau terlambat dilakukan maka menjadi dosa bersama karena warisan NKRI yang kaya dan hebat ini tidak dimarwahkan dan dimartabatkan melalui kekuatan TNI yang sepadan dengan besarnya kedaulatan teritori yang harus dijaga.
Alhamdulillah, dua sektor utama dan vital sedang dihebatkan saat ini. Infrastruktur sedang dikembangkuatkan. Jalan tol dibangun untuk menguatkan daya tahan konektivitas. Jalan-jalan di perbatasan teritori negeri dibanguntumbuhkan untuk mempermudah akses ekonomi dan pertahanan. Pelabuhan laut, Bandar Udara, Bendungan, Jembatan dibaguskan sekaligus ditambah kuantitas dan kualitasnya. Sektor pertahanan juga dikembangkuatkan untuk memastikan kewibawaan teritori NKRI.
Dalam era demokrasi saat ini suara-suara sumbang tentang penguatan infrastruktur dan pertahanan akan selalu ada. Dalam pandangan kita dua sektor ini sangat pantas untuk dinomorsatukan. Kita sudah sangat tertinggal di dua sektor ini. Kita kejar ketertinggalan itu agar kita mampu bersaing dalam investasi dan kewibawaan kedaulatan. Membangun kekuatan ekonomi tidak bisa tidak harus menguatkan jaringan infrastruktur. Membangun kekuatan teritori tidak bisa tidak harus menguatkan interoperability alutsista.
Khusus dalam mengembangkuatkan militer, catatan kita adalah lebih seringlah berkoordinasi, berkomunikasi dan berinteraksi antara sesama petinggi. Petinggi Kemhan, petinggi TNI adalah person yang diamanahi untuk menghebatkan tentara kita. Anggaran sudah disediakan bahkan menjadi nomor satu terbanyak pada tahun 2018. Jangan sampai soal kebijakan pembelian alutsista saling menumpahkan curahan hati ke media atau saling menyalahkan satu sama lain.
Soal pembelian helikopter AgustaWestland AW 101 misalnya menjadi contoh kurangnya koordinasi dan bahkan saling melempar tanggung jawab, akhirnya terbuka korupsinya. Juga proses pengadaan 11 jet tempur Sukhoi Su-35 yang memakan waktu bertahun-tahun memberikan kesan kurang greget dalam bermanajemen. Anggaran sudah disediakan jauh-jauh hari namun proses pengadaannya bertele-tele. Duit sudah ada kok malah mbulet.
Ketika jaman Trikora dan Dwikora kita hanya butuh tujuh tahun untuk menghebatkan militer kita menjadi yang terkuat di bumi selatan khatulistiwa. Padahal waktu itu kekuatan ekonomi kita tidak sehebat sekarang ini. Menghebatkan militer pada jaman Trikora dan Dwikora tidak ada ribut-ribut soal pembelian alutsista, tidak juga terdengar adanya korupsi. Semua dilakukan demi sebuah marwah : Bangsaku hebat, ini dadaku mana dadamu.
Sekarang, kekuatan militer kita belum sehebat jaman Dwikora yang memiliki 12 kapal selam, pesawat pembom strategis, ratusan kapal perang. Pertumbuhan ekonomi jauh lebih baik, GDP kita masuk 15 besar dunia, tingkat kesejahteraan meningkat bagus. Tetapi manejemen pengadaan alutsista tidak sehebat jaman Dwikora yang benar-benar fokus untuk menguatkan militer kita. Karena kondisi regional waktu itu penuh dengan konflik dan konfrontasi.
Minggu-minggu mendatang akan datang lagi kapal latih layar tinggi KRI Bimasuci (sudah tiba kemarin), kemudian kapal selam KRI Ardadedali-404, 5 jet tempur F-16 Block 52ID, 2 C-130H Hercules, Torpedo kapal selam, helikopter AH-64E Apache Guardian, helikopter Mi-26, peluru kendali darat ke udara jarak sedang NASAMS II dan lain-lain. Kontrak pengadaan Sukhoi SU-35 dalam waktu dekat, juga kontrak-kontrak pengadaan yang lain seperti radar Weibel, Oerlikon Skyshield MK.3, kapal perang jenis PKR 10514 tahap kedua dan KCR-60 lanjutan.
Tahun 2018 dan seterusnya akan banyak kontrak pengadaan alutsista skala besar. Peluang besar ada di pengadaan jet tempur F-16 Viper, lanjutan pengadaan kapal selam ke 4 dan 5 Nagapasa Class, produksi Tank Medium Pindad - FNSS Turki, panser Amfibi, MLRS Vampire, NASAMS batch 2, satelit militer, pesawat AEW&C dan lain-lain. Termasuk juga penyelesaian tahap akhir pangkalan militer segala matra di Natuna, pangkalan AL di Teluk Ratai Lampung dan penempatan permanen 1 flight jet tempur di Kupang dan Biak.
Menghebatkan infrastruktur dan pertahanan adalah soal keberanian dan kepastian. Bahwa dua sektor ini sangat dibutuhkan bagi sebuah negara kepulauan yang luas dan indah ini. Kita sudah tertinggal jauh di bidang ini. Kita kejar ketertinggalan ini, kita bangun infrastruktur di segala lini termasuk di kawasan perbatasan. Kita kuatkan benteng pertahanan dan sinergi keduanya, infrastruktur dan pertahanan akan memastikan bahwa kita sedang membangun harga diri, harga investasi dan harga kesejahteraan. Percayalah. (Jagarin Pane)
Sumber : TSM