Su-35 Super Flanker |
Pelajarilah ilmu sampai ke negeri China. Jika pepatah lama itu diterjemahkan dalam hal pertahanan saat ini, maka dapat diterjemahkan menjadi, kalau beli pesawat tempur bayarlah dengan tunai. Jangan terlalu banyak negosiasi, dan kalaupun mau negosiasi, janganlah dibuat berlarut-larut.
Hal tersebut dibuktikan China, yang tak terlalu banyak berdebat saat membeli Su-35 pesawat tempur garis depan angkatan udara Rusia yang juga diincar TNI AU, walaupun banyak bertengkar dengan Rusia saat membeli lisensi J-11 dan J-15. PLAAF (People’s Liberation Army Air Force) atau Tentara Udara Pembebasan Rakyat dilaporkan oleh Business Insider (5/1) telah menerima pengiriman kedua Su-35 Flanker E yang dipesannya, dengan jumlah 10 unit pesawat pada akhir Desember lalu.
Kesepuluh Su-35 tersebut dikirim dalam dua gelombang, lima unit pada awal Desember dan lima lainnya pada akhir Desember. Setiap gelombang pengiriman dilakukan secara penerbangan feri dari pabrik KnAAPO di Komsomolsk-on-Amur ke pangkalan PLAAF Cangzhou-Cangxian di Hebei yang terletak di Utara.
Setiap penerbangan tersebut juga disertai oleh pesawat angkut Il-76TD yang membawa paket suku cadang yang termasuk dalam paket pembelian. Diperkirakan Su-35 tersebut diterbangkan langsung oleh para pilot PLAAF yang sudah berlatih ke Rusia. Su-35 milik China sendiri sudah dilengkapi sistem navigasi satelit Beidou yang berlaku di China.
Pengiriman kedua ini menandai bahwa PLAAF sudah memiliki total 14 Su-35, dari total 24 unit yang dipesannya dengan kontrak senilai US$ 2 miliar. Jika dihitung dari masa kontrak pada tahun 2012, sudah cukup lumayan jika China sudah menerima setengah dari total order dalam kurun 5 tahun sejak kontraknya efektif. China juga menjadi satu dari sedikit Negara yang mengoperasikan derivatif Su-27 secara lengkap mulai dari Su-27, Su-30, dan akhirnya Su-35.
China membeli sekian banyak pesawat tersebut diantaranya juga untuk memperoleh teknologi mesin AL-117S yang terpasang di Su-35, untuk kemudian dipelajari demi mencari dapur pacu bagi jet tempur siluman generasi kelima J-20 China yang saat ini terkendala pada teknologi mesin yang kurang bertenaga serta terlalu banyak meninggalkan jejak asap. (Aryo Nugroho)