Islamic State (IS) |
Pasukan Irak bertempur melawan sisa-sisa kelompok militan Islamic State (IS) di pusat kota Ramadi, Kamis (24/12), namun aksi mereka diperlambat oleh perlawanan sengit, jebakan booby bomb, dan kekhawatiran jatuhnya korban sipil.
Pertempuran meletus di sekitar gedung pusat pemerintahan di Ramadi, wilayah kunci yang akan menjadi keberhasilan penting pasukan pemerintah dalam upaya merebut kota yang direbut IS sejak Mei lalu.
“Pasukan Irak berada di pemukiman Hoz, sekitar 500 meter dari kompleks pemerintah,” kata seorang tentara berpangkat Letkol seperti dikutip AFP.
“Mereka bergerak maju dengan sangat waspada," kata Sabah Karhout, kepala DPRD Provinsi Anbar.
Menurutnya, hambatan terbesar adalah banyaknya peledak yang dipasang para pejuang IS di berbagai penjuru kota dan ada kemungkinan musuh menggunakan warga sipil sebagai tameng.
“Ada perlawanan sengit, pertempuran sudah berlangsung lebih dari 24 jam di wilayah selatan kota Ramadi,” kata juru bicara koalisi pimpinan Amerika Serikat, Kol. Steve Warren.
“Mereka menciptakan pertahanan kuat dengan menggunakan bom rakitan sebagai ladang ranjau dan booby traps yang bisa membuat semua rumah meledak."
Booby trap adalah jebakan bom yang bisa meledak sendiri secara mekanis, misalnya ketika daun pintu dibuka.
Komandan Divisi ke-8 Irak, Brigjen Majid al-Fadlawi, mengatakan anak buahnya telah menjinakkan ratusan bom dalam beberapa hari terakhir.
Ramadi telah mengalami kerusakan parah dalam pertempuran selama beberapa bulan dan menurut Fadlawi rumah-rumah yang dipasangi booby trap harus diledakkan dari jauh untuk mencegah jatuhnya korban.
IS telah menempatkan sekitar 100 pejuang di sepanjang jalur menuju kompleks pemerintah, kata Warren.
“Karena sulitnya medan, kekuatan tempur massal juga sulit diterapkan. Mudah bagi sekelompok kecil orang untuk bertahan dari gempuran banyak orang," ujarnya.
Setidaknya satu tentara pemerintah terbunuh dan tujuh lainnya terluka dalam beberapa jam terakhir pertempuran di Hoz.
Sementara itu menurut pernyataan IS jumlah korban jiwa di kubu pemerintah jauh lebih besar, termasuk dalam sebuah serangan yang dilakukan lima pelaku bom bunuh diri di wilayah barat Ramadi, Kamis pagi.
Menurut IS, serangan bunuh diri di lokasi para polisi bernama Kilo 110 menewaskan beberapa orang.
Para pejabat militer Irak punya versi berbeda soal serangan itu, dengan mengatakan para penyerang tewas oleh peluru polisi atau bom mereka sendiri yang meledak sebelum bisa mencapai target, dan hanya tiga polisi yang terluka.
Ibrahim al-Osej, seorang anggota DPRD Ramadi, mengatakan jumlah pejuang IS yang tersisa di kota itu kurang dari satu batalion, atau kurang dari 400 orang.
Puluhan keluarga melarikan diri dari IS Rabu lalu dan diselamatkan oleh tentara ke sebuah kamp di Habbaniyah, wilayah timur Ramadi.
Salah satunya adalah Saad al-Dulaimi, 47. Dia mengatakan para pejuang IS menggunakan warga sipil sebagai tameng dalam upaya meloloskan diri, sebelum kemudian meninggalkan warga di luar kota, di mana tentara melakukan penyisiran dan mengevakuasi warga sipil.
“Situasi di kota sangat sulit karena tidak ada makanan tersisa di toko-toko," kata Dulaimi.
“Kami hidup dengan makan kurma atau apa pun yang tersisa di rumah kami," ujarnya, sembari menambahkan puluhan keluarga masih terjebak di dalam kota dan tidak bisa pergi karena serangan udara dan pertempuran yang berlangsung.
Menurut Warren, koalisi menjatuhkan 50 bom di target-target IS di Ramadi pada hari Rabu.
Operasi pembebasan Ramadi sudah dimulai sejak beberapa bulan silam, di mana pasukan Irak memutus jalur pasokan IS di berbagai wilayah di Anbar sebelum secara bertahap masuk kota, merebut jembatan-jembatan penting, jalan dan berbagai posisi satu demi satu.
Jatuhnya Ramadi ke tangan IS Mei lalu merupakan pukulan telak bagi Baghdad. Pada Juni 2014, IS mencaplok banyak wilayah di Irak dan kemudian memproklamirkan pembentukan kekalifahan di Irak dan Suriah.
Jika Ramadi berhasil direbut kembali, hal itu akan memberi suntikan moral bagi militer Irak yang banyak dikritik.
IS masih menguasai sebagian besar wilayah di Anbar, yang merupakan provinsi terbesar Irak dan berbatasan dengan Suriah, Yordania, dan Arab Saudi.
Disepakati, ISIS Mulai Tinggalkan Damaskus
Kelompok pertama para pejuang militan ISIS mulai dievakuasi Jumat pagi 25 Desember 2015 dari basis kekuatan mereka di selatan Damaskus, Suriah, ke sejumlah kantung basis ISIS lainnya di negara tersebut.
Evakuasi ini dilaporkan olehlembaga hak asasi manusia yang berasis di London, Syrian Observatory for Human Rights seperti dilansir The Times of Israel.
Pemindahan ini merupakan hasil kesepakatan yang dimediasi oleh PBB, antara kelompok militan dan pemerintahan berkuasa Suriah Bashar AL Assad. Dari proses evakuasi ini terlihat adanya sejumlah anggota kelompok pejuang ISIS yang terluka, serta anggota kelompok yang terdiri atas anak-anak dan wanita.
Kelompok militan ISIS, berdasakan hasil kesepakatan tersebut diperkenankan meninggalkan kawasan Al-Hajar Al-Aswad, Al-Qadam, dan kawasan kantung pengungsian Yarmouk.
Proses evakuasi tersebut, menurut SOHR, akan dilakukan dengan menggunakan sejumlah bus, menuju Be’er Al-Qasab di pinggiran Damaskus, lalu ke provinsi Homs di timur Suriah serta ke Raqqa, dan akan berlangsung selama beberapa bulan ke depan. Dalam beberapa bulan tersebut diharapkan Damaskus akan bersih dari anggota kelompok militan ISIS.
Sementara itu sebuah laporan yang dilansir media Suriah Kamis, pihak keamanan telah memastikan keamanan jalur yang akan digunakan untuk evakuasi tersebut.
Langkah evakuasi ini merupakan bagian dari sejumlah kesepakatan yang dilakukan antara sejumlah faksi dengan pemerintah Suriah dalam beberapa bulan terakhir.
Pada 9 Desember 2015 lalu, sekitar 2.000 pemberontak Suriah dan keluarganya telah meninggalkan Homs, kota ketiga terbesar di Suriah, dan mereka dijamin keamanannya untuk pindah ke kawasan lain yang dikuasai oposisi. Sebelumnya kawasan Waer terus dihujani oleh bom dan kini kota tersebut telah luluh lantak.
Sumber : http://www.beritasatu.com/dunia/335467-pasukan-irak-serbu-ramadi-is-sembunyi-di-tengah-warga-sipil.html