Pesawat Pengintai Rusia |
Rusia memperluas kehadiran militernya di Pasifik dengan sikap yang tak pernah diperlihatkan sejak Perang Dingin. Dari California hingga Guam dan Alaska pesawat pengebom jarak jauh Rusia, pesawat tempur pengintai maritim, serta kapal selam militer tenaga nuklir terlihat di mana-mana. Gelora Rusia di Pasifik disimpulkan dengan baik oleh perwakilannya di Washington.
Mengomentari kembalinya Amerika ke wilayah tersebut, Duta Besar Rusia untuk AS Sergey Kislyak menyatakan, “Anda hendak ‘berbelok’ ke Asia, tapi kami sudah di sana.”
Menurut NATO, patroli udara Rusia di luar perbatasannya berada di level teringi sejak bubarnya Uni Soviet pada 1991.
Pada Juli 2015, dua pasang pesawat pengebom antarbenua Rusia Tupolev Tu-95 terbang sepanjang Pantai Barat AS selama beberapa jam. Angkatan Udara AS mengerahkan jet siluman F-22 untuk memantau pergerakan pesawat cantik tersebut. Kehadiran pesawat pengebom RUsia yang mampu mengangkut senjata nuklir meski sepertinya mereka sema sekali tak dipersenjatai senjata tersebut merupakan pertanda buruk saat hubungan Rusia dan AS tengah memanas.
Pesawat tempur siluman Amerika F-22 mengudara sekitar sepuluh kali pada 2015, dua kali lipat lebih sering dibanding 2013 untuk memantau dan memotret pesawat pengebom Rusia Tu-95 Beruang dan jet tempur MiG-31 yang terbangdi atas Laut Bering, demikian dilaporkan Los Angeles Times.
Air yang Bergolak
Pesawat datang dan pergi, tapi kapal selam tangguh terbaru Rusialah yang membunyikan lonceng kekhawatiran di Pentagon. Kepala AL Rusia Laksamana Viktor Chirkov baru-baru ini menyebutkan bahwa kapal selam Rusia meningkatkan jumlah patroli sebanyak 50 persen dibanding 2013.
Pada September 2015, Rusia mengirim ‘Alexander Nevsky’, kapal selam nuklirnya yang paling mematikan ke teater Pasifik. Kapal selam nuklir kelas Borei tersebut dilengkapi dengan 16 misil balistik antarbenua Bulava. Tiap misil dipersenjatai oleh enam hingga sepuluh hulu ledak. Artinya secara teoritis, tiap kapal selam mampu menyerang 160 kota musuh yang berada di jangkauan 8.300 kilometer. Itu merupakan kapabilitas yang sungguh luar biasa bagi sebuah kapal selam.
Kedatangan Borei menandai pengembangan pasukan kapal selam nuklir Armada Pasifik Rusia pertama yang signifikan selama lebih dari tiga dekade. Dalam laporan War is Boring, mengutip seorang pakar, Rusia disebut sebagai satu-satunya negara di dunia ini yang mampu membangun kapal selam nuklir yang nyaris tak bisa dideteksi AS.
Sebuah artikel di The Diplomat pada Maret 2015 mendeskripsikan ‘Alexander Nevsky’ sebagai “Oktober Merah Putin”, sedangkan Russia Today menyebut kapal selam kelas Borei tersebut sebagai “alat penangkal nuklir tercanggih di muka bumi.”
Beberapa kapal selam Borei diperkirakan akan segera menggantikan kapal selam Delta-III yang saat ini beroperasi di Pasifik.
Selain kapal selam Borei yang panjangnya sekitar 175 meter, AL Rusia juga berencana memesan enam kapal selam diesel elektrik kelas Kilo untuk Armada Pasifik, demikian dilaporkan Janes. Kedatangan kapal selam super-tenang yang relatif kecil ini jelas akan mempersulit operasi AL Amerika di Pasifik.
Pesan Tersembunyi
Kombinasi pasukan udara dan laut Rusia tak menciptakan ancaman bagi AL Amerika di Pasifik. Pasifik adalah teater besar dan Moskow jelas perlu melengkapi pasukannya dengan senjata yang dibutuhkan untuk pertahanan dan penangkalan.
Namun karena penerbangan pesawat pengebom strategis dan penggunaan kapal selam patroli terbilang mahal untuk dilakukan secara rutin, Moskow punya lebih dari satu alasan untuk menekan mereka.
Pertama, patroli ini merupakan cara terbaik untuk menguji pertahanan AS. AS dan jaringan pertahanan udara dan laut sekutunya menyala seperti pohon Natal tiap kali pesawat pengebom dan aset AL Rusia melewati mereka. Saat melakukan hal tersebut, sistem intelijen Rusia, seperti pesawat, kapal, dan satelit mata-mata, dapat mengumpulkan data.
Kedua, Rusia memproyeksikan kekuatan globalnya secara asertif. Pada April 2015, Laksamana Bill Gortney, Kepala NORAD, menyatakan pada repoter bahwa Rusia menggunakan armanda pesawat pengebom jarak jauhnya untuk ‘mengirim pesan’ pada AS terkait kapabilitas militer internasional Moskow. “Mereka mengirim pesan pada kami. Mereka mengirim pesan bahwa mereka adalah sebuah kekuatan global,” kata Gortney, menyebutkan bahwa AS melakukan 'hal yang sama' pada Rusia di Eropa.
Ketiga, dengan meningkatkan suhu di Pasifik dan memaksa AS untuk mengalihkan sumber dan perhatian lebih banyak pada region ini, Rusia dapat menyingkirkan AS dari Ukraina dan Suriah.
Menurut Jenderal Herbert Carlisle dari AU Amerika, “Ini adalah kombinasi dari beberapa hal.” Ia mengaitkan peningkatan keterlibatan Rusia terhadap situasi di Ukraina. “Kita memiliki kaitan erat dengan apa yang terjadi di Ukraina,” tuturnya. Selain itu, ia menilai Rusia mendemonstrasikan kemampuannya dan memata-matai latihan militer AS.
Pandangan Carlisle memang tepat. Seiring meningkatnya ketegangan terkait Ukraina, Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu menyatakan dalam sebuah pernyataan pada November lalu bahwa pesawat pengebom Rusia akan melanjutkan patroli baik di Atlantik maupun Pasifik. “Dalam situasi saat ini, kita harus menjaga kehadiran militer di Atlantik barat dan Pasifik timur, serta Karibia dan Teluk Meksiko,” tuturnya.
Gelora Pacifik jauh lebih kecil dibanding yang dilakukan saat Perang Dingin, saat Moskow mengirim 800 kapal laut ke wilayah tersebut. Mengomentari aktivitas militer Rusia di area Laut Bering, Dmitry Gorenburg, seorang analis riset di Pusat Analisis Angkatan Laut di Washington menyebutkan, “Saya rasa mereka tak mengancam siapa pun. Mereka hanya ingin memastikan tak ada pihak yang datang ke Arktik dan macam-macam dengan mereka.”
Faktor China
Peningkatan aktivitas AL Rusia terjadi saat AS juga menghadapi ekspansi AL China yang meluas secara pesat. Dalam dua tahun terakhir, China telah membangun lima pulau artifisial di Laut China Selatan untuk meningkatkan proyeksi kekuatannya di Pasifik.
Kapal tempur China dan pesawat perang maritim China tengah melakukan patroli di Asia Pasifik sebagai respon atas pergerakan AU dan AL Amerika di wilayah tersebut.
Dengan semakin akrabnya hubungan antara Beijing dan Moskow, kemungkinan kedua negara tersebut bisa bekerja sama akan semakin besar dan ini akan menjadi sakit kepala yang lebih besar untuk Washington daripada jika Rusia atau China masing-masing berjalan sendiri.
Sumber : http://ruskarec.ru/