Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma TNI AU |
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara, Marsekal Pertama Dwi Badarmanto, mengatakan aktivitas pertahanan di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, tak boleh terganggu oleh sengketa PT Angkasa Pura II (Persero) dan PT Angkasa Transportindo Selaras (ATS).
Ucapan ini dilontarkan Dwi terkait putusan Mahkamah Agung menolak upaya peninjauan kembali (PK) yang diajukan PT Angkasa Pura II, 11 Februari.
"Untuk kepentingan TNI, tidak ada yang bisa mengganggu kami di Lanud Halim. Mau kami gunakan setiap hari, setiap malam, tidak boleh ada yang mengganggu," ujar Dwi di Gedung Persada Executive Lounge, Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (3/3).
Penolakan MA terhadap pengajuan PK oleh badan usaha milik negara yang mengelola bandara komersial tersebut berarti, pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma merupakan hak PT ATS perusahaan yang berada di bawah payung Lion Air Group.
"Di Halim, ada bandara dan lanud. Bandara dikelola secara bersama oleh Inkopau (Induk Koperasi Angkatan Udara) dan PT Angkasa Pura II. PT ATS adalah pengguna yang dikerjasamakan," kata Dwi.
Sengketa pengelolaan Bandara Halim disebut bermula ketika TNI AU dan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara menugaskan PT Angkasa Pura II untuk mengelola Bandara Halim pada 13 Agustus 1984.
Belakangan, Februari 2005, Inkopau –badan usaha TNI AU yang bertugas mencari keuntungan membuat perjanjian bernomor Sperjan/10-09/03/01/Inkopau Nomor 003/JT-WON/PKS/II/2005 tentang Pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma.
Surat itu menyebut, pengelolaan Bandara Halim seluas 21 hektare diserahkan kepada PT ATS.
Setelah itu, PT Angkasa Pura II ternyata tak kunjung menyerahkan pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma kepada PT ATS. Akhirnya PT ATS menggugat perusahaan pelat merah itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Tanggal 2 Mei 2011, gugatan tersebut dimenangkan PT ATS. Upaya banding dan kasasi PT Angkasa Pura II lantas mental di tangan hakim.
Tahun 2014, Lion Group bekerja sama dengan PT Adhi Karya (Persero) membangun terminal penumpang yang modern beserta fasilitas lain seperti jalur taksi, apron, dan garbarata di Bandara Halim.
Januari 2015, Lion Group menetapkan dua syarat kerja sama pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma dengan PT Angkasa Pura II sesuai arahan TNI AU.
Hal tersebut tercantum dalam draf surat perjanjian berjudul Akta Perdamaian tentang Pemanfaatan Tanah TNI AU Seluas 21 Ha di Bandara Halim Perdanakusuma.
Terkait hal ini, Dwi mengatakan, meskipun memenangkan sengketa, Lion Group tidak boleh menambah jadwal penerbangan mereka dari Bandara Halim.
"Tidak boleh karena itu akan mengganggu jadwal kami. Sejarahnya kan memang tidak ada penerbangan sipil di Halim," ujarnya.
Sumber : http://cnnindonesia.com/nasional/20160303175857-20-115192/tni-au-sengketa-bandara-halim-tak-boleh-ganggu-pertahanan/
Aset negara tidak boleh diobral ke swasta nasionalisme gak jellas hanya mau harta belaka setelah kaya kabur ke singapore ...ini contoh buruk fatal soal pertahanan bandara di obral murah asal bank saku untung besar resikonya negara harus menanggung aipnya ... harus di investegasi penuh siapa oknum pelaku utama obral aset negara supaya ke jadian serupa tidak terulang kembali broo
BalasHapus