CH-47F Chinook |
Tanpa bisa ditampik, pemerintah menjalankan strategi anggarannya dengan menggunakan pendekatan pembiayaan utang untuk memenuhi kebutuhannya. Jelek? Tidak juga. Sama seperti anda dan saya yang sebagian besar memiliki fasilitas utang ke pihak lain (bank/ kreditur/ donor), pemerintah pun sama. Utang itu tidak jelek, selama bisa diatur, dibayar, dan tidak melebihi kapasitas dana yang dimiliki. Lagipula, hampir tidak ada negara yang membayar alutsistanya secara cash keras.
Nah, pemerintah secara teratur, terkoordinasi, dan terkendali melalui Bappenas sudah memiliki rencana jangka menengah untuk pembiayaan berbagai proyek yang ada di Departemen-departemen. Karena IndoMIL adalah situs yang berspesialisasi terkait militer, maka data relevan yang digunakan adalah Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah 2015-2019, yang diterbitkan oleh Bappenas.
Dari daftar tersebut dapat dilihat bahwa untuk kebutuhan pemenuhan MEF II, Kementerian Pertahanan mendapatkan alokasi pinjaman sebesar US$ 6,58 Milyar yang terbagi atas :
- TNI AD sebesar US$ 1,368 Milyar
- TNI AL sebesar US$ 2,396 Milyar
- TNI AU sebesar US$ 2,7 Milyar
- Polri mendapat anggaran sendiri senilai US$ 850 Juta
Untuk TNI AD, dari kabar yang berseliweran, yang sudah dapat dipastikan alokasinya adalah untuk penambahan sistem meriam artileri platform Truk CAESAR dari Perancis, sementara untuk helikopter yang terdengar cukup santer adalah rencana pembelian CH-47F Chinook dan Mi-26 untuk operasi HA/DR. Untuk rudal, sudah ada FGM-148 Javelin yang sudah mulai terealisasi. Tinggal tactical vehicle (rantis) dan battle vehicle (ranpur) yang belum terdengar kabar kepastiannya.
Untuk TNI AL, perkuatan poros maritim diwujudkan dalam anggaran striking ship sebesar US$907 juta, yang kalau disesuaikan dengan rencana strategis TNI AL, seharusnya diwujudkan dalam pembelian frigat PKR105 yang merupakan versi extended dari keluarga korvet/ frigat PKR buatan Damen Schelde (DSNS), yang rencana strategisnya akan dibeli sampai 20 unit mengingat kapal perang TNI AL mayoritas sudah berusia tua.
Untuk kapal selam, dana yang ada masih akan digunakan untuk memenuhi sisa pesanan kapal selam Changbogo dari Korea Selatan. Yang membahagiakan, ada dana untuk membeli sistem senjata untuk kapal perang, termasuk rudal dan torpedo. Seperti kita ketahui, korvet yang kita miliki masih minim sistem senjata, baik ofensif maupun untuk pertahanan diri.
Untuk TNI AU sendiri, dana sebesar US$ 1 Miliar adalah alokasi untuk pembelian Su-35 yang saat ini tengah dibahas dengan sangat intensif antar kedua negara. Dana untuk pembelian PTTA (Pesawat Terbang Tanpa Awak) juga disiapkan, plus pesawat misi khusus yang bila diterjemahkan, TNI AU mencari pesawat yang memiliki kemampuan multi peran termasuk kemampuan patroli maritim.
TNI AU, setelah polemik berkepanjangan soal helikopter VVIP, nampaknya masih belum menentukan spek helikopter apa yang akan dipilih. Yang cukup seru adalah paket National Air Defense Missile, apakah ini dapat diterjemahkan sebagai rudal jarak menengah, dengan NASAMS sebagai kandidat yang memiliki kans cukup besar untuk dipilih? Kita tunggu saja.
Porsi Polri dalam budget pinjaman ini pun cukup besar, mencapai US$850 Juta. Anggaran tersebut meliputi pembelian pesawat tetap/ helikopter, kendaraan angkut pasukan dan anti huru-hara, peralatan anti terorisme untuk meningkatkan kerja Densus 88, perkuatan DVI melalui perangkat forensik, dan juga sejumlah proyek peningkatan kapabilitas Polri melalui project berbasis IT. (Aryo Nugroho)
Sumber : http://indomil.com/strategi-penggunaan-pinjaman-dalam-pemenuhan-kebutuhan-alutsista-tni-dan-polri-melalui-pinjaman-luar-negeri-jangka-menengah-2015-2019/