Pesawat Intai Pertama dari Afrika Selatan |
Pada 26 Juli 2014, Bandara Wonderboom di Pretoria, Afrika Selatan (Afsel) menjadi saksi sejarah penerbangan perdana pesawat intai yang lahir di tanah Afrika. Jika diperhatikan selintas, bentuk pesawat ini mengingatkan kita akan pesawat legendaris OV-10 Bronco terutama pada bagian ekornya yang berjenis twin boom. Tapi ada juga yang mengatakan pesawat ini lebih mirip Northrop Grumman Firebird, walaupun sebenarnya bagian fuselage pesawat ini terlihat lebih ramping.
Pesawat itu disebut AHRLAC. AHRLAC sendiri memang bukan nama, ini adalah singkatan dari Advanced High Performance Reconnaissance Light Aircraft, sesuai dengan kemampuan yang ditawarkan oleh pihak pabrikan.
Salah satu dewan direksi Paramont Group, Ivor Ichikowitz mengatakan bahwa proyek ini menunjukkan refleksi kemampuan para ahli kedirgantaraan Afrika Selatan untuk berkarya di pentas dunia.
“Semua pekerja dalam proyek yang dimulai pada September 2011 ini asli dari Afrika Selatan tanpa bantuan seorangpun dari luar,” ujarnya.
Tim pengembang AHRLAC sepertinya harus realistis karena di tahun ini mereka akhirnya menerima pinangan Boeing yang ingin ikut serta dalam proyek tersebut. Dalam kerjasama ini Boeing akan membangun sistem misi terintegrasi untuk AHRLAC, sehingga memungkinkan pesawat tersebut untuk menjalani misi intelijen, pemantauan, dan pengintaian dari udara.
AHRLAC versi militer yang dibangun bersama Boeing ini kemudian diberi nama Mwari.
Pesawat yang harganya kelak dibanderol sekitar USD10 ini memiliki kemampuan sebagai pesawat intai dan serang darat. Persenjataan yang diusungnya lumayan lengkap, mulai dari kanon 20 mm yang terpasang pada badan pesawat hingga roket, bom, dan berbagai macam rudal (sesuai misi) yang terpasang pada sayap.
Untuk misi pengintaian, pesawat dilengkapi beragam peralatan sensor seperti synthetic aperture radar, electronic intelligence, electronic warfare dan tidak ketinggalan tentunya kamera. Semua ini ditempatkan pada bagian bawah badan pesawat yang terlihat tambun.
Buntut AHRLAC dipasangi peralatan FLIR (Forward Looking Infrared) dan EVS (Enhanced Vision System). Untuk antena RWR (Radar Warning Receiver) dan LWR (Laser Warning Receiver) terpasang pada moncong pesawat. Sedangkan untuk mempertahankan diri dari serangan rudal, pesawat dilengkapi beberapa tabung flare yang ditempatkan pada badan pesawat dan bagian tengah sayap.
Pihak pabrikan mempercayakan tenaga penggerak AHRLAC kepada mesin buatan Pratt & Whitney, Canada tipe PT6A-66. Posisi mesin pada pesawat ini cukup unik karena ditempatkan di bagian belakang pesawat dengan baling-balingnya menghadap ke belakang. Bentuk baling-baling macam ini mengingatkan kita pada pesawat Piaggio Avantie. Di dunia penerbangan sistem seperti ini lazim disebut pusher engine configuration.
Sebagai pelengkap keamanan terbang untuk pilot, pesawat dengan dua penerbang ini juga dilengkapi kursi lontar buatan Martin Baker Mk17. Sayang, tidak ada keterangan apakah area di sekitar kokpit dan penerbangnya juga dilengkapi metal yang diperkuat untuk meredam tembakan dari darat, mengingat pesawat seperti ini pada umumnya berkecepatan sangat terbatas.
Harga murah
Salah satu yang dapat menekan harga pesawat ini adalah tidak digunakanya jig dalam pembuatannya. “Semua komponen yang jumlahnya tidak kurang dari 6.000 item ini secara keseluruhan didesain dan dikembangkan menggunakan komputer,” ujar Dr Paul Potgieter, CEO AHRLAC. Dia juga mengatakan, jumlah teknisi pada saat pengembangan sampai prototipe hanya sekitar 60 orang saja.
Pihak Paramount Group yang dibantu Aerosud mengembangkan pesawat jenis ini bukan tanpa perhitungan bisnis yang matang. Tentunya mereka juga sudah memprediksi bahwa keamanan dan konflik yang terjadi di dunia saat ini adalah bukan perang terbuka tapi kebanyakan sifatnya hanya perang terbatas melawan pemberontak. Dalam konflik seperti ini, persenjataan yang digunakan juga bukan persenjataan berat sehingga untuk menghadapinya cukup dengan pesawat sejenis AHRLAC.
Nantinya pesawat ini juga dapat dipergunakan untuk kepentingan sipil, seperti patroli pantai, patroli perbatasan, hingga untuk melawan penyelundup. AHRLAC juga didesain untuk dapat beroperasi di landasan yang sarana pendukung penerbangannya sangat minim serta dapat terbang rendah. (Harzan Djajasasmita & Remigius S.)
Sumber : http://angkasa.co.id/