Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin : Berani Membangun Indonesia yang Kuat - Radar Militer

20 Januari 2017

Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin : Berani Membangun Indonesia yang Kuat

Panser Anoa Pindad
Panser Anoa Pindad

Memiliki pertahanan yang tangguh adalah sebuah kebutuhan mendasar bagi setiap bangsa. Kemampuan pertahanan tidak saja penting dalam menjaga keselamatan bangsa, namun juga simbol kekuatan serta sarana untuk menggapai cita-cita, tujuan, maupun kepentingan nasional.
Tugas pertahanan berada di pundak angkatan perang. Untuk bisa menjalankan tugas itu, angkatan perang membutuhkan peralatan tempur yang modern dan mandiri. Karena itu, kemampuan angkatan perang sangat dipengaruhi oleh kekuatan industri pertahanan yang mendukungnya. Kita dapat melihat bahwa tidak ada satu negara pun yang tidak memperkuat angkatan perangnya.
Banyak negara yang memperkuat industri pertahanannya agar angkatan perangnya menjadi andal karena kebutuhannya dipenuhi secara mandiri melalui industri pertahanan dalam negeri. Ini memosisikan industri pertahanan menjadi salah satu faktor determinan bagi kelangsungan sistem pertahanan negara.
Angkatan Perang Andal
Kita segera memiliki TNI yang sangat membanggakan, bukan hanya TNI yang profesional, melainkan juga TNI yang dipersenjatai dengan alutsista yang bisa diandalkan dan dapat dipenuhi secara mandiri oleh industri pertahanan di dalam negeri. Penguatan industri pertahanan dibangun melalui revitalisasi industri pertahanan guna meningkatkan efektivitas pertahanan.
Sekarang ini kita sedang berupaya memiliki minimum essential forces (MEF) yang mempunyai mobilitas tinggi dan daya pukul yang dahsyat, setara dan seimbang dengan negara lain, serta sejalan dengan perkembangan teknologi yang dikenal dengan Revolution in Military Affairs. Ini tuntutan yang perlu direspons oleh industri pertahanan dalam mengimplementasikan teknologi pada alutsista untuk membangun kekuatan militer.
Si Vis Pacem Para Bellum
Memang kadang muncul pertanyaan, apakah perlu kita melakukan modernisasi alutsista? Pertanyaan itu muncul karena menganggap bahwa tidak mungkin lagi akan ada perang. Tidak ada satu pun negara yang tidak menginginkan perdamaian. Semua negara pasti berupaya mencegah perang karena tahu bahwa perang akan menyengsarakan rakyat.
Namun, kita juga melihat tidak ada negara duduk tenang, untuk tidak memperkuat angkatan perangnya. Banyak negara memperkuat industri pertahanan karena ingin memiliki angkatan perang yang bisa diandalkan.
Tidaklah mungkin ada negara yang menunggu perang, baru kemudian mempersiapkan angkatan perang mereka. Membangun sistem pertahanan negara tidak bisa dilakukan seketika, tetapi harus dilakukan secara sistematis dan bertahap sesuai postur sistem pertahanan yang diinginkan.
Kita mengenal prinsip ‘si vis pacem para bellum’, apabila kita menginginkan perdamaian, kita harus siap berperang. Prinsip itu hendaknya jangan dipahami berlebihan, melainkan sebagai langkah strategis yang proporsional untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah kita yang menjadi opsi formulasi pembangunan kekuatan pertahanan.
Kementerian Pertahanan Pembina Industri Pertahanan
Kementerian Pertahan (Kemhan) sebagai pembina industri pertahanan berkepentingan untuk memberikan peluang kepada industri pertahanan di dalam negeri untuk memasok kebutuhan. Kemhan bahkan mendorong industri pertahanan dalam negeri untuk bisa melakukan ekspor produk mereka ke luar negeri.
Produk industri pertahanan seperti pistol, senjata serbu, mortir, dan kendaraan tempur roda ban (Panser Anoa) dari PT Pindad, selain sudah mendukung kebutuhan TNI AD juga sudah diekspor ke beberapa negara. Demikian pula dengan beberapa pesawat angkut ringan dan sedang produksi PT Dirgantara Indonesia seperti CN-212, CN-235, dan CN-295, serta helikopter serbu Bell 412.
PAL saat ini kita fokuskan untuk membuat kapal kombatan dan kita persiapkan membangun kapal selam. Selain itu, kita juga memiliki beberapa galangan swasta di dalam negeri yang memproduksi kapal patroli. Pertahanan militer kita pada posisi kebangkitan kekuatan militer setelah kurang lebih 15 tahun kemampuan militer mengalami dampak krisis ekonomi dan embargo.
Saat ini kemampuan anggaran yang dikelola pemerintah sejak KIB I dan II telah mengangkat status pertahanan militer kita dengan ciri modernisasi peralatan militer yang memiliki daya pukul yang dahsyat dan mobilitas yang tinggi dengan teknologi militer canggih.
Sebagai informasi, lima tahun ke depan (sejak 2010) kita akan memiliki tambahan skuadron pesawat tempur strategis dan pesawat angkut berat dan sedang. Juga memiliki tambahan kapal perang atas air dan bawah air (kapal selam) serta kapal patroli cepat.
Kemampuan Angkatan Darat sudah memiliki lebih 100 unit tank berat dan puluhan infantry fighting vehicleserta, 200-an panser Anoa yang akan tersebar di wilayah nasional termasuk Heli Serang Taktis. Kemampuan pertahanan militer yang unggul tidak bermaksud menempati posisi ofensif, tetapi sebagai negara yang berdaulat terhadap wilayah teritorial dan melindungi bangsa dan negara, kemampuan pertahanan militer yang prima diperlukan untuk setiap saat mampu menghadapi ancaman militer.
Pertahanan Nirmiliter
Pertahanan nirmiliter adalah peran serta rakyat dan segenap sumber daya nasional dalam pertahanan negara, baik sebagai komponen cadangan dan komponen pendukung yang dipersiapkan untuk menghadapi ancaman militer maupun sebagai fungsi pertahanan sipil dalam menghadapi ancaman nirmiliter.
Fungsi pertahanan nirmiliter yang diwujudkan dalam komponen cadangan dan komponen pendukung merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara Pasal 7 Ayat (2) dalam menghadapi ancaman militer.
Hal yang menonjol dalam pertahanan nirmiliter adalah peran rakyat sebagai sumber daya manusia dalam bela negara seperti diamanatkan oleh Panglima Besar Soedirman di hadapan peserta Konferensi Tentara Keamanan Rakyat pada 12 November 1945 yang bertempat di MT-TKR Yogyakarta, ”Bahwa negara Indonesia tidak cukup dipertahankan oleh tentara saja, perlu sekali mengadakan kerja sama yang seerat-eratnya dengan golongan serta badan-badan di luar tentara.”
Kita perlu membangkitkan peran masyarakat dalam kerangka ‘komponen cadangan’ yang hendaknya tidak dipahami sebagai militerisasi bangsa yang mewajibkan seluruh masyarakat Indonesia mengikuti wajib militer. Sebaliknya, negara perlu mempersiapkan warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan tertentu seperti kesehatan, psikologi, samapta, untuk dilatih kemiliteran guna memperkuat TNI sebagai komponen utama bila negara dalam keadaan darurat perang.
Selain itu, kita juga mengenal kemampuan pertahanan nirmiliter yang disebut ‘komponen pendukung.’ Urgensinya adalah kemampuan pertahanan negara tidak hanya mengerahkan komponen cadangan, tetapi juga ditopang oleh dukungan pertahanan. Untuk memudahkan kita memahami, kita gunakan istilah yang populer yaitu ‘industri pertahanan.’
Saat ini kita di berada era kebangkitan industri pertahanan. Dalam era, sebagai komponen pendukung saya ingin meyakinkan kepada kita semua, bahwa efektivitas pertahanan negara turut ditentukan oleh kemampuan industri pertahanan untuk memenuhi kebutuhan peralatan militer (alutsista TNI) agar kemampuan peralatan militer kita dapat mandiri.
Saat ini kita dapat berbangga mengetahui industri pertahanan kita pada tingkat kemampuan teknologi menengah dan bergerak ke arah teknologi militer pada skala tinggi.
Negara kita memiliki kemampuan pertahanan negara dengan soliditas yang produktif antara postur pertahanan militer (komponen utama) yang diawaki TNI dan postur pertahanan nirmiliter (komponen cadangan dan pendukung) yang diawaki komponen bangsa profesional nonmiliter serta kemampuan industri pertahanan yang mandiri. (Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin)
Sumber : http://angkasa.co.id/

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb