Jenderal Gatot Nurmantyo |
Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan tidak lagi bisa mengendalikan pengelolaan anggaran Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Sebab, kata Gatot, tiap matra angkatan langsung bertanggung jawab terkait dengan anggarannya pada Kementerian Pertahanan.
"Ini pelanggaran hierarki karena kami tidak membawahi angkatan," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi Pertahanan dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin, 6 Februari 2017.
Menurut Gatot, semua keputusan anggaran di pertahanan selama ini sudah benar dan sistematis. Namun, Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 28 Tahun 2015 mengubah semuanya dan membuat kewenangan Panglima TNI ditiadakan. "Harusnya ada. Tapi sekarang tidak ada," kata dia.
Menurut dia, sudah kewajiban Markas Besar TNI membuat Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) jangka pendek, menengah dan panjang. Peraturan Menhan itu membuat Panglima TNI berkedudukan sama dengan tiap angkatan di TNI. "Dengan demikian, panglima sulit bertanggung jawab dalam pengendalian, dan sasaran penggunaan anggaran."
Padahal, kata Gatot, dalam Pasal 3 Undang-Undang tentang TNI dijelaskan meski TNI berada di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan, tapi bukan bagian dari unit operasionalnya. "Karena di Pasal 4, TNI terdiri dari AU, AD dan AL," ucapnya.
"Saya buka ini seharusnya sejak 2015. Tapi, saya buka juga untuk siapkan adik-adik saya karena saya besok bisa saja diganti," katanya. "Paling lambat Maret 2018 saya diganti."
Gatot menuturkan berkeluh kesah di hadapan Dewan karena ingin penerusnya nanti mampu mengontrol anggaran hingga ke level terbawah. Sehingga, tidak ada lagi kejadian seperti pembelian Helikopter Agusta Westland 101 yang menimbulkan kontroversi. Menurut Gatot, pembelian Helikopter AW 101 itu tanpa sepengetahuannya. "Mohon maaf bila ini kurang berkenan," kata Gatot.
Saat Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu ingin menjawab keluhan panglima, rapat di Komisi Pertahanan DPR berlangsung tertutup.
Anggota Komisi Pertahanan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Andreas Pareira, mengatakan Peraturan Menteri Pertahanan itu cenderung membuat sentralistik dalam perencanaan anggaran. "Itu yang menyebabkan antara TNI dan Menhan tidak terlalu sinkron," ujar Andreas saat ditemui selepas rapat.
Saat Dewan meminta penjelasan dari Menteri Pertahanan, kata Andreas, Kementerian Pertahanan belum memiliki bahan yang cukup. "Sehingga kami tunda dalam rapat berikut," tuturnya.
Sumber : https://nasional.tempo.co/read/news/2017/02/06/078843654/panglima-keluhkan-anggaran-dpr-tni-dan-menhan-tak-sinkron
"Ini pelanggaran hierarki karena kami tidak membawahi angkatan," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi Pertahanan dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin, 6 Februari 2017.
Menurut Gatot, semua keputusan anggaran di pertahanan selama ini sudah benar dan sistematis. Namun, Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 28 Tahun 2015 mengubah semuanya dan membuat kewenangan Panglima TNI ditiadakan. "Harusnya ada. Tapi sekarang tidak ada," kata dia.
Menurut dia, sudah kewajiban Markas Besar TNI membuat Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) jangka pendek, menengah dan panjang. Peraturan Menhan itu membuat Panglima TNI berkedudukan sama dengan tiap angkatan di TNI. "Dengan demikian, panglima sulit bertanggung jawab dalam pengendalian, dan sasaran penggunaan anggaran."
Padahal, kata Gatot, dalam Pasal 3 Undang-Undang tentang TNI dijelaskan meski TNI berada di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan, tapi bukan bagian dari unit operasionalnya. "Karena di Pasal 4, TNI terdiri dari AU, AD dan AL," ucapnya.
"Saya buka ini seharusnya sejak 2015. Tapi, saya buka juga untuk siapkan adik-adik saya karena saya besok bisa saja diganti," katanya. "Paling lambat Maret 2018 saya diganti."
Gatot menuturkan berkeluh kesah di hadapan Dewan karena ingin penerusnya nanti mampu mengontrol anggaran hingga ke level terbawah. Sehingga, tidak ada lagi kejadian seperti pembelian Helikopter Agusta Westland 101 yang menimbulkan kontroversi. Menurut Gatot, pembelian Helikopter AW 101 itu tanpa sepengetahuannya. "Mohon maaf bila ini kurang berkenan," kata Gatot.
Saat Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu ingin menjawab keluhan panglima, rapat di Komisi Pertahanan DPR berlangsung tertutup.
Anggota Komisi Pertahanan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Andreas Pareira, mengatakan Peraturan Menteri Pertahanan itu cenderung membuat sentralistik dalam perencanaan anggaran. "Itu yang menyebabkan antara TNI dan Menhan tidak terlalu sinkron," ujar Andreas saat ditemui selepas rapat.
Saat Dewan meminta penjelasan dari Menteri Pertahanan, kata Andreas, Kementerian Pertahanan belum memiliki bahan yang cukup. "Sehingga kami tunda dalam rapat berikut," tuturnya.
Sumber : https://nasional.tempo.co/read/news/2017/02/06/078843654/panglima-keluhkan-anggaran-dpr-tni-dan-menhan-tak-sinkron