Kapal Induk Liaoning |
Hampir empat dekade China berambisi memiliki kapal induk. Ambisi itu dimulai ketika Jenderal Liu Huaqing pada April 1970 meminta satu tim khusus untuk mengkaji kemungkinan China untuk mengembangkan sendiri kapal induknya.
Hal ini dilakukan atas permintaan Mao Tse Tung yang memerintahkan agar negaranya bersiap untuk segala kemungkinan terburuk karena hubungan China dengan Uni Soviet terus memburuk dan hal yang sama juga terjadi dengan AS.
Namun ide tersebut akhirnya kandas karena tidak ada negara yang mau berbagi teknologi, dan mengembangkan sendiri biayanya pun pasti mahal.
Berakhirnya perang dingin yang membuat Uni Soviet pecah dan menjadi pariah merupakan blessing in disguise bagi China. Ketika China memutuskan untuk membeli kapal induk Varyag yang belum selesai dibuat di galangan kapal di Ukraina, para negara super power merasa gentar.
China yang tak dikira akan melakukan langkah strategis semacam ini dalam semalam pun masuk dalam radar perhitungan kekuatan militer adikuasa.
Ketika kemudian kapal induk tersebut berubah nama menjadi Liaoning dan disusul sebentar lagi oleh Shandong yang sedang dalam pembuatan akhir, Angkatan Laut China (PLAN-People’s Liberation Army Navy) seakan tidak terbendung dan negara-negara di kawasan pun gentar.
Pembelian strategis ini telah membuat PLAN melompat jauh 20 tahun ke depan dan kini berdiri sama tinggi dengan Rusia, AS, Perancis, dan Inggris sebagai negara-negara yang mengoperasikan kapal induk berukuran besar.
Siapa sangka, proses pembelian Varyag diwarnai oleh operasi intelijen yang rumit dan berliku.
Media South China Morning Post berhasil mewawancarai tokoh penting di balik kesepakatan pembelian kapal induk itu. Tokoh tersebut berkisah pembelian kapal induk yang kini menjadi kebanggaan China, dan kali ini Angkasa Online mengisahkannya untuk pembaca.
Namanya adalah Xu Zengping. Ia adalah seorang pengusaha yang berbisnis Hongkong, pernah menjadi mantan kapten tim basket dari korps olahraga PLA.
Bisnisnya yang ada di bawah payung Chinluck Holdings bergerak dalam bidang palugada, alias apa lu mau, gua ada. Perdagangan, katering, misi seni budaya kesatuan militer dari berbagai negara, hiburan, dan properti, benar-benar lengkap.
Xu dikenal karena mensponsori penampilan misi kesenian AD Rusia dan Australia di Hong Kong.
Pada pertengahan 1990-an, Xu dipanggil oleh Deputi Panglima PLAN, Laksamana Madya He Pengfei. Dalam pertemuan rahasia itu, sang Laksamana mengatakan bahwa PLAN ingin memperluas kemampuannya dengan membeli kapal induk.
Syaratnya, rencana ini tidak boleh bocor keluar karena Amerika Serikat dan Rusia sudah pasti akan menghalanginya dengan segala cara.
Kalau minta tolong pengusaha, tentu resistensinya akan lebih kecil, apalagi para pengusaha China dikenal punya ide-ide gila dengan membuat proyek ekstravagansa yang mewah.
Kalau Varyag dibeli untuk dijadikan kasino terapung, tentu tidak ada yang curiga, bukan?
Namun begitu, tidak semua pengusaha yang didekati bersedia menjalankan misi ini. Sudah dua orang pengusaha China yang menganggap ini adalah rencana yang gila, dari segi resiko dan juga dari segi bisnis karena tidak jelas berapa biaya atau untungnya.
Dua orang pengusaha lain yang didekati sudah menolak. Xu sendiri juga tidak langsung mengiyakan, walaupun sudah didekati oleh tentara.
Sang Laksamana berbicara hati ke hati dengan Xu dalam beberapa kesempatan, termasuk dalam parade militer Armada Laut Utara. Saat itu Xu menjadi satu-satunya orang sipil yang diundang dalam jajaran kehormatan.
Karena patriotismenya, hati Xu pun luluh. Pada Maret 1997 Xu menyatakan kesediaannya untuk berangkat ke Ukraina dan melihat Varyag dari dekat.
Bagi Xu, anggukan kepalanya berarti banyak resiko. Asia di akhir dekade 1990 sedang jatuh dalam krisis keuangan yang luar biasa. Sebagai seorang pebisnis, Xu seharusnya fokus untuk menyelamatkan bisnisnya, bukannya malah menjawab panggilan negara.
Apalagi penunjukan Xu juga tidak disertai surat perintah secara resmi dari negara. Di permukaan, Perdana Menteri China saat itu Zhu Rongji malah menyatakan bahwa China membatalkan niat untuk membeli kapal induk karena biayanya yang mahal.
AS pun bertepuk tangan dan menyambut gembira. Namun begitu, di bawah permukaan PLAN ternyata tetap jalan dengan rencananya itu, begitu pula Xu.
Kesempatannya hanya sekarang, atau peluang untuk mengejar ketertinggalan itu tidak akan pernah datang lagi.
Sudah empat tahun Ukraina menawarkan Varyag ke sejumlah pembeli. Kalau kesempatan ini dilewatkan, Rusia yang perlahan pulih keuangannya bisa jadi akan membeli balik kapal itu.
Tekad Xu sangat kuat. Rumah mewahnya di The Peak Hongkong dijual, tanah kosong yang ia miliki di Peng Chau ia gadaikan dan ia pinjam uang dari sana-sini.
Uang yang diperoleh ia gunakan untuk mendirikan kantor di Beijing dan juga Kiev, Ukraina.
Supaya hemat biaya, ia menyewa tiga ruang hotel di Beijing yang dijadikannya kantor. Ia merekrut lusinan ahli kapal dan mengirimnya ke Ukraina untuk mempelajari apa dan bagaimana Varyag dalam kondisinya saat itu.
Setibanya Xu Zengping di galangan kapal Nikolayev South di Laut Hitam, Ukraina, ia gembira dengan apa yang dilihatnya. Walaupun kapal induk kelas Kusnetzov masih dua pertiga selesai, namun seluruh super strukturnya sudah beres.
Karat memang muncul di sana-sini, tapi bisa dibersihkan. Saat diajak ke ruang mesin, hatinya berdegup kencang.
Keempat mesin Varyag sudah selesai dipasang. Mesin-mesinnya dalam kondisi sempurna karena para teknisi sudah melumasinya dan menyegelnya dengan baik sehingga mampu bertahan walaupun galangan kapalnya mangkrak.
Sudah pasti butuh waktu untuk menyiapkannya kembali. Tapi ini hanya urusan kecil dibandingkan jika harus menunggu pembuatan mesin.
Di Ukraina, Xu memperkenalkan dirinya sebagai seorang pebisnis yang jeli melihat peluang, bukan sebagai utusan PLAN. Kehadirannya disambut dengan sukacita oleh perwakilan dari perusahaan galangan kapal.
“Anda boleh beli kapal itu, tetapi jangan gunakan untuk kepentingan militer. Kalau Anda beli untuk militer, lupakan saja.”
Xu pun mengangguk-angguk saja dalam pertemuan pertama itu. Selagi para ahli kapal perusahaannya menginspeksi Varyag dari dekat, ia buru-buru balik ke Hongkong lalu ke Macau.
Ia mendirikan perusahaan dan mengurus ijinnya. Pada Agustus 1997, Agencia Turistica e Diversoes Chong Lot yang bergerak di bisnis kasino pun berdiri. Tentu di atas kertas saja.
Yang penting bisa dipakai sebagai selubung untuk memuluskan proses pembelian kapal induk tersebut.
Xu pun memulai proses negosiasi dengan pihak Ukraina. Untuk memuluskan langkahnya, Xu membawakan berpeti-peti arak China sebagai hadiah.
Setiap kali berunding, gelas-gelas tidak pernah berhenti diisi dari botolnya, pihak Ukraina pun amat senang.
Walaupun Xu mengatakan bahwa ia hanya tertarik untuk membeli kapal untuk dijadikan istana judi, ia tetap berkeras bahwa kesepakatan ini harus menyertakan pula seluruh cetak biru dari kapal tersebut.
Karena alkohol ikut berperan, akhirnya kesepakatan pun tercapai. Xu boleh membeli dan mengambil apapun yang ia mau seharga USD20 juta saja! Benar-benar murah.
Kalau dihitung-hitung, harga satu mesin Varyag pun sudah mencapai USD20 juta. Jadi China benar-benar memperoleh harga bagus dalam kesepakatan ini.
Walaupun kesepakatan sudah terjadi, bukan berarti segalanya berjalan dengan mulus. Pemerintah Ukraina ternyata berubah rencana. Mereka memutuskan untuk menjual Varyag melalui tender terbuka pada bulan Februari 1998.
Namun Xu juga mendapatkan informasi dari dalam mengenai kelengkapan administrasi dan dokumen yang dibutuhkan. Jadi walaupun tawaran berdatangan dari berbagai negara, hanya tawaran Xu yang dianggap valid.
Ia tetap diputuskan sebagai pemenang.
Begitu diumumkan sebagai pemenang, banyak kendala yang dihadapi oleh Xu. AS berupaya dengan segenap daya upaya untuk memblok penjualan tersebut.
Mereka menuntut agar Varyag dijual tanpa sistem kendali, mesin, dan sistem elektronik agar tidak dapat diubah menjadi kapal induk kembali. Tuntutan AS itu diiyakan saja oleh Xu dan pihak galangan kapal menyatakan bahwa Varyag dijual dalam keadaan tanpa mesin.
Pada kenyataannya, institut teknik Harbin yang memiliki spesialisasi pembuatan mesin kapal perang malah menerima cetak biru dan sampel mesin untuk Varyag melalui negosiasi lanjutan di luar pembelian Liaoning.
Begitu perusahaan kasino Xu dinyatakan sebagai pemenang, banyak muncul kejadian aneh di galangan kapal. Sejumlah orang tak dikenal pun tiba-tiba berkeliaran di dek Varyag. Kawan atau lawankah?
Xu yang berkejaran dengan waktu memutuskan kalau ada apa-apa, cetak birulah yang lebih dulu harus diselamatkan. Maka ia pun bekerja siang malam untuk memindahkan cetak biru yang jumlahnya jutaan lembar dan beratnya mencapai 40 ton.
Cetak biru itu ia angkut ke dalam delapan kontainer yang kemudian dinaikkan ke atas truk. Truk-truk tersebut, dikawal oleh agen intelijen China yang menyamar.
Semua dokumen dikendarai lewat darat melintasi berbagai negara dengan surat-surat dan dokumen perjalanan palsu hingga akhirnya tiba di China.
Kendala lain yang ia hadapi adalah soal pembayaran. Karena tidak ada dukungan dari pemerintah China, jumlah dana yang disepakati terpaksa dibayar oleh Xu dari kocek pribadinya.
Sejumlah uang tunai keras diserahkan ke pihak galangan kapal, agar tidak terlacak dan tidak ada pertanyaan yang diajukan. Namun jumlahnya belum cukup sehingga Xu harus pinjam kesana-sini.
Ketika batas akhir pembayaran jatuh pada bulan April 1999, jumlah yang harus dibayar sudah membengkak menjadi US$30 juta.
Di sinilah akhirnya pemerintah China turun tangan. Melalui perusahaan front milik Departemen Luar Negeri China bernama Oriental Klc Holdings Ltd yang dipimpin oleh Dai Yue dan Zhang Yong, dana segar pun diinjeksikan ke perusahaan kasino lain di Makau.
Perusahaan ini kemudian bertindak seolah-olah sebagai partner dari perusahaan kasino milik Xu. Ratusan lembar kontrak pun ditandatangani berikut dokumen-dokumen legal seperti ijin layar yang dibutuhkan.
Pada awal Juli 1999 Varyag pun ditarik oleh kapal tunda samudera untuk menempuh perjalanan setengah keliling bumi, pulang ke rumah pemilik barunya.
Karena ‘cerita resmi’ bahwa Varyag dijual tanpa mesin, maka terpaksalah cerita ini yang dipakai sehingga Varyag harus ditarik kapal terus-menerus dalam perjalanannya.
Sempat terjadi insiden diplomatik ketika Turki selaku penguasa Selat Bosporus melarang Varyag melaluinya, dan memerintahkan agar "armada" China itu balik arah karena kekhawatiran bahwa kapal bisa tenggelam.
Akhirnya, selama 16 bulan Varyag hanya bisa berputar-putar di laut Hitam, sebelum akhirnya PM China Jiang Zemin menelpon sendiri PM Turki Erdogan sehingga ijin bagi Varyag untuk melintas bisa diberikan.
Pada November 2001 Varyag pun melintas Selat Bosporus setelah semua kapal lain diperintahkan minggir. Aryo Nugroho
Sumber : http://angkasa.grid.id/