![]() |
Ilustrasi |
Pada masa kampanye Dwikora atau yang dikenal sebagai masa-masa konfrontasi oleh Inggris, Indonesia mengerahkan segala daya upaya untuk menggagalkan pembentukan negara Malaysia. Inggris untuk menggunakan segala cara untuk mematahkan kampanye Dwikora. Untuk menjaga superioritas udara, Inggris ternyata all out untuk menjaga Malaysia. Beragam pesawat mulai dari pesawat pembom, jet tempur, dan helikopter dilibatkan dalam operasi militer di Timur Jauh tersebut. Royal Air Force (RAF) mengerahkan jet tempur Gloster Javelin yang memiliki spesialisasi pencegat pesawat lawan, dan Electric Lightning yang disiagakan untuk menghadapi Tu-16 Badger AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia).
Inggris menganggap bahwa Presiden Soekarno tidak main-main. National Archives Inggris menyebutkan bahwa Angkatan Udara Inggris (RAF-Royal Air Force) menggelar detasemen dua dari tiga armada pembom strategis V-Bomber, Handley-Page Victor dan Avro Vulcan secara bergantian ke RAF Changi dan RAF Tengah Air Base, Singapura yang saat itu masih bergabung dengan Malaysia. Pangkalan alternatif lainnya adalah RAAF Butterworth di Penang. Operasi penggelaran detasemen armada V-Bomber ini dikenal sebagai operasi Chamfrom. Pesawat pertama yang tiba di Singapura adalah 4 unit Handley-Page Victor dari 15 Sqn (Squadron) yag berpangkalan di Cottesmore. Kemudian Victor digantikan oleh Vulcan B.2 dari 12 Sqn yang berpangkalan di Coningsby, tetapi kemudian terdapat berbagai masalah yang ditimbulkan oleh iklim tropis sehingga Vulcan ditarik dan digantikan oleh Victor B.1A dari 55 Sqn dan 57 Sqn di Honington.
Komitmen pengiriman Victor ke Malaysia sendiri merupakan suatu hal yang luar biasa karena sebenarnya pada dekade 1960an Inggris tengah merasionalisasi militernya seiring dengan keluarnya Defence White Paper 1957 yang menuntut rasionalisasi di dalam tubuh Angkatan Bersenjata Inggris. Detasemen yang ditempatkan di Changi dikenal sebagai MBO (Medium Bomber Operations-Operasi Pesawat Pembom Medium) dan merupakan satu elemen rahasia di bawah komando HQ FEAF (Far East Air Force) atau Komando AU Inggris di Timur Jauh.
Satu detasemen biasanya terdiri dari empat pesawat dengan periode rotasi tiga bulan sekali, dimana awaknya dirotasi dengan rute El Adem (Libya) Khormaksar (Aden, Yaman) Gan (Kepulauan Maldives) dalam penerbangan selama hampir 20 jam sampai tiba di HQ FEAF yang berlokasi di pangkalan udara Changi. Satu orang awak dalam setahun bisa menjalani tiga kali penugasan ke Singapura, karena pada waktu itu penugasannya digolongkan sebagai rahasia dan yang memiliki security clearance juga terhitung sedikit.
Rotasi tersebut diperlukan karena tingkat kelelahan yang tinggi dari awaknya seluruh awak dan pesawatnya selalu dalam kondisi siap terbang dan scramble seketika sirine dibunyikan. Begitu radar Inggris mendeteksi Tu-16 mengudara dan mengarah ke semenanjung Malaya, seketika itu juga V-Bomber akan lepas landas menuju pangkalan udara dan sasaran strategis di Indonesia, termasuk Jakarta.
Seluruh awak dari skadron yang dikirimkan ke Singapura berlatih terbang dalam ketinggian rendah menghindari radar, termasuk melakukan pemboman dari ketinggian rendah di area pemboman Song-Song yang berlokasi di sebelah Selatan Penang. Simulasi pemboman pada ketinggian rendah ini juga dimaksudkan untuk memberikan efek deterens atau penggentar kepada Indonesia.
Pesawat pembom Handley Page Victor adalah pesawat paling canggih di antara V-Bomber, dilengkapi dengan sistem pemboman elektronis yang mampu menghadirkan sampai 90 setelan pemboman dalam berbagai skenario ketinggian terbang. Dengan sistem ini, Victor dianggap paling mampu untuk menyesuaikan dengan perubahan taktik pemboman V-Bomber dari ketinggian tinggi yang kemudian berubah ekstrim ke ketinggian rendah karena berkembangnya teknologi rudal dan radar yang mampu mendeteksi pesawat di ketinggian.
Awak yang mengoperasikannya terdiri dari pilot, kopilot, dua navigator, satu bomb plotter, dan satu juru bidik. Namun begitu, hampir seluruh sistem elektronik dan kelistrikannya bermasalah akibat kelembaban tinggi di iklim tropis. Satu Victor bahkan pernah mengalami mesin meledak akibat keberadaan embun pada mesin. Walaupun begitu, karena kepiawaian awak dan teknisinya, Victor dapat membuktikan diri melakukan pemboman dengan munisi hidup di Song-song, sebanyak 35 bom 1.000 pon yang dijatuhkan secara susul-menyusul.
Capaian tersebut merupakan rekor karena belum pernah sebelumnya dilakukan pemboman dengan muatan penuh seperti ini, kecuali pada saat demonstrasi purwarupa Victor sebelum diterima dalam dinas operasi oleh RAF. Momen latihan ini diliput oleh pers dan masuk halaman depan berbagai surat kabar, dan memang ditujukan untuk perang urat syaraf dengan militer Indonesia.
Rencananya, apabila situasi makin memburuk, Inggris sudah menyiapkan suatu rencana bernama Operasi Spherical. Rencana besarnya adalah mengirimkan 16 pesawat pembom Handley-Page Victor ke Singapura untuk membantu detasemen Victor yang sudah siaga ke Changi dalam waktu hanya 48 jam sejak perintah dikeluarkan. Setiba di Singapura, terserah kepada HQ FEAF untuk melancarkan operasi pemboman untuk menyerang sasaran vital di Indonesia.
Yang tidak main-main, pemerintah Inggris ternyata menyiapkan satu kartu as untuk menemani kehadiran Victor di malaya: bom nuklir taktis Red Beard. Perintah untuk menggelar bom nuklir ini ke Tengah Air Base ditandatangani sendiri oleh PM Harold Macmillan pada 1962, atas advis dari Sir Norman Brook yang saat itu menjabat sebagai Menteri Sekretaris Kabinet yang menyatakan bahwa Singapura adalah lokasi yang tepat jika Inggris mau menggelar senjata nuklir disana. Akhirnya, dengan enggan PM Harold Macmillan menyetujui rencana ini, tentu saja tanpa diketahui oleh PM Malaysia Tunku Abdul Rahman dan hanya diberitahukan kepada Amerika Serikat.
Rencana rahasia menyebutkan bahwa RAF Tengah dapat mengakomodasi sampai 48 bom Red Beard, dan ujicoba dilakukan dengan membawa satu bom dummy menggunakan pesawat transpor Inggris yang melintasi rute Libya, Yaman, Maldives, dan kemudian Singapura yang tidak mengundang kecurigaan. Bom Red Beard Mk.2 No 2 (untuk ketinggian rendah) yang beratnya mencapai 1 ton memiliki daya ledak sampai 25 kiloton TNT dan dijatuhkan dengan sistem LABS (Low Altitude Bombing System). Sebagai perbandingan, bom atom Little Boy yang meluluh-lantakkan Hiroshima memiliki yield atau kekuatan ledakan antara 12-15 kiloton TNT.
Pada akhirnya, yang dikuatirkan tidaklah terjadi. Pergantian rezim di Jakarta membawa blessing in disguise. Orde Baru yang menggantikan Orde Lama kemudian memilih jalan damai dengan rekonsiliasi bersama Malaysia dan Singapura. Detasemen Handley-Page Victor terakhir ditarik dan meninggalkan RAF Tengah pada 1970. Pengelolaan pangkalan tersebut diserahkan ke Singapura pada 1971, namun tidak diketahui apakah sampai tahun tersebut bom Red Beard masih ada di Singapura atau sudah ditarik lebih dini lagi.
Fakta bahwa Inggris menyimpan bom nuklir di RAF Tengah sendiri baru diungkap oleh pihak AS melalui penerbitan Bulletin of Atomic Scientist. Para penelitinya mengajukan permintaan keterbukaan informasi, yang kemudian mengungkap memo-memo rahasia yang diedarkan oleh pemerintah Inggris.
Walaupun begitu, jauh sebelumnya Menteri Pertahanan Duncan Sandy yang menjabat pada dekade akhir 1950an secara tersirat memang mengakui bahwa ada bom nuklir di RAF Tengah kepada pers, dan ini sempat jadi spekulasi yang akhirnya diredam. Bayangkan, andai konfrontasi benar-benar meletus menjadi perang terbuka, bisa jadi skenario perang nuklir bisa benar-benar terjadi. Aryo Nugroho
Sumber : http://arcinc.id/