N219 |
Satu tahapan besar dalam proses pengembangan pesawat N219 telah terlampaui dengan berhasilnya N219 diterbangkan dalam tahapan terbang uji (test flight). Dengan keberhasilan ini, N219 mantap menapak ke tahap selanjutnya yakni penyempurnaan atas temuan yang didapatkan dalam penerbangan, validasi atas ekspektasi, serta kemudian sertifikasi atas penyempurnaan tersebut.
Bagi sebagian orang, mungkin N219 kalah prestise dibandingkan dengan CN-235 yang kini difokuskan untuk militer atau malah N250 yang gagal meluncur secara komersial. Setelah berhasil membuat pesawat angkut medium, kok sekarang malah membuat pesawat angkut/ penumpang kelas ringan?
Bagi PTDI dan rakyat Indonesia, N219 adalah puncak baru pencapaian teknologi dirgantara Indonesia. Mungkin dibandingkan N250, puncak N219 terasa lebih rendah. Tapi N219 adalah puncak gunung yang bisa digapai berkali-kali secara bersama-sama, oleh rakyat Indonesia.
N219 adalah proyek dirgantara yang terasa realistis, di tengah kemampuan PTDI yang masih mewarisi sejumlah utang masa lalu dan kemampuannya yang terbatas setelah masa-masa gelap ketika PTDI ditinggalkan putra-putri terbaiknya yang mencari penghidupan di masa krisis.
N219 juga realistis bagi Indonesia, yang infrastruktur kebandaraannya masih relatif terbatas dengan luasan negeri. Masih terdapat ratusan bandar udara berstatus perintis, khususnya di wilayah Tengah dan Timur Indonesia, yang masih dilayani dengan pesawat-pesawat kecil yang sifatnya sporadis.
Rakyat di wilayah-wilayah terpencil tersebut juga memiliki hak konektivitas dan menikmati pelayanan yang sama dengan yang dinikmati oleh masyarakat di kota besar, dan ini merupakan salah satu poin Nawacita yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
Membangun infrastruktur jalan bisa jadi makan waktu lama, dan sementara waktu jembatan udara adalah jawaban untuk membuka keterisoliran. N219 adalah jawaban, ialah jembatan udara yang dinanti-nanti itu. Apakah untuk menghubungkan saudara-saudara kita nun jauh di sana kita masih harus mengandalkan pesawat terbang buatan negara lain? Apakah tidak ada keinginan untuk mandiri?
Sebelum mimpi melompat jauh dan menyaingi perusahaan-perusahaan aviasi di luar negeri, ada baiknya kita berhenti sejenak dan melihat kembali, merefleksikan diri. Prestise itu baik, tetapi memastikan bahwa saudara-saudara kita semuanya menikmati fasilitas dari negara seperti yang kita rasakan juga merupakan sesuatu yang tidak kalah baiknya, bahkan lebih baik lagi.
Gengsi bersanding dengan perusahaan asing dalam sebuah pameran dirgantara tidak ada artinya dibandingkan melihat senyum rakyat di pedalaman saat melihat ada pesawat N219 datang membawa logistik atau tenaga kesehatan dan guru yang bertugas di tempat terpencil.
Dan disinilah peran PTDI sebagai BUMN harus dimainkan. Dengan kemampuan memproduksi N219, yang harapannya makin kesini makin besar kandungan lokalnya, kita berharap bahwa kebutuhan konektivitas itu dapat terpenuhi, selain tentu PTDI sebagai korporasi bisa juga menghidupi dirinya sendiri, sehingga pemerintah tak perlu terus-menerus menaburkan subsidi. Dalam hal ini, semua pihak akan diuntungkan, dan kata-kata Negara Kesatuan Republik Indonesia benar-benar memiliki arti. (Aryo Nugroho)