Fasilitas Produksi Gripen di Linköping |
Saab AB, manufaktur peralatan militer dari Swedia pernah menyebut bahwa sanggup mengirim pesanan perdana jet Gripen C/D ke Indonesia dalam tempo satu tahun setelah kontrak pembelian ditandatangan. Boleh dibilang pernyataan Saab terbilang berani, sebab jarang ada order jet tempur berstatus "baru’" yang bisa dirampungkan dalam kurun waktu satu tahun.
Disisi lain, KnAAPO sebagai manufaktur jet tempur Sukhoi Su-35 baru sanggup mengirimkan dua unit pesanan perdana pada tahun 2018. Itu juga dengan perhitungan penandatanganan kontrak antara pemerintah RI dan Rusia sudah harus dilakukan pada bulan-bulan ini. Tanpa penandatanganan kontrak (MoU), dipastikan manufaktur belum akan bergerak ke proses produksi. Lepas dari kompetisi yang terbilang sengit antar pabrikan pesawat, nyatanya bagi Saab menyelesaikan order dalam tempo satu tahun bukanlah proyek roro jonggrang, yang sengaja dikebut karena pesanan.
Kecepatan produksi antar manufaktur pesawat akan banyak dipengaruhi oleh beberapa hal, mulai dari alur produksi yang dianut, sampai dukungan material dan logistik bisa langsung berpengaruh pada jadwal penyerahan si pesawat itu sendiri. Perlu diketahui, keterlibatan supplier sebagai pemasok radar, mesin, dan sensor harus diperhitungkan dalam suatu rantai produksi.
Dalam kunjungan ke fasilitas produksi Gripen pada hari Kamis lalu (19/5/2016), penulis bersama rombongan jurnalis dari Indonesia diberi kesempatan khusus untuk melihat bagian dari fasiitas produksi di Saab Aeronautics yang berada di kota Linköping, sebelah selatan Swedia. Dalam penjelasan yang dibuka oleh Lennart Sindahl, Deputy Chief Executive Officer of Saab, disebut bahwa sejak beberapa tahun Saab telah mengadopsi computer based dalam sistem perancangan dan produksi Gripen. “Ini disebut sebagai model based definition methods (MBD), dan dipakai terobosan solusi digital selama pengembangan Gripen E, penerapan MBD secara keseluruhan juga dapat menghemat waktu dan biaya produksi sampai 50%,” ujar Lennart.
Dalam paparan singkat, Ia menyebut MBD sebagai model penerapan informasi 3D yang mencakup dimensi, toleransi, sistem perakitan, dukungan material, dan sebagainya. Dalam rantai produksi, antar unit produksi dapat saling terkoneksi dalam modul tools MBD. Sehingga antar bagian dapat saling terkoordinasi, memberi koreksi, dan evaluasi secara terintegrasi dalam satu payung database. Dalam proses pembuatan pesawat, kombinasi pekerjaaan diatas dapat menghemat waktu dan biaya.
Lennart Sindahl juga menjelaskan beberapa tahap penting dalam perancangan produksi pesawat tempur Gripen, yakni:
1. Model of Physical System
Disini injiner merancang sistem fisik apa saja yang dapat mendukung atau yang akan digunakan dalam struktur pesawat tempur.
2. Model of Software
Disini tim injiner harus memilih dan memastikan sistem software apa yang akan dipasok untuk pesawat tempur. Mulai dari basis software sistem kendali, software sistem senjata, software radar, dan lain-lain.
3. Specification and Development
Pada tahap ini dilakukan penyelerasakan antara sistem sister software dan spesifikasi hardware yang akan digunakan. Setelah secara berulang dilakukan proses uji coba dan identifikasi, selanjutnya dapat diketahui early detection of design errors.
4. Test Rig/Simulator
Setelah ketiga tahap dilalui, dilanjutkan dengan menguji rancangan pesawat dalam simulator. Disini akan terlihat lebih jelas akselerasi dari penggunaan hardware dan software. Dari sisi desai, test rig juga akan melihat kekuatan dari strutktur pesawat dalam berbagai macam simulasi.
5. Calibration and Validation
Hasil dari test simulator berlanjut ke proses kalibrasi dan validasi. Manunfaktur berharap dapat diketahui minor update of system design.
6. Test Flight
Setelah proses kalibrasi dan validasi rampung, dilanjutkan lagi dari awal, yakni ke penyempurnaan pada model of physical system, model of software, simulator, dan akhirnya maju ke proses test flight.
Saab menegaskan kembali, proses produksi dalam kurun waktu satu tahun dapat dipenuhi untuk pesanan Gripen C/D. Sementara untuk Gripen E (Gripen NG), Saab menurut jadwal baru akan menyerahkan ke pengguna pertamanya, yakni Brasil pada tahun 2019. Brasil seperti diketahui telah memesan 36 unit Gripen E.
Menutup kunjungan di fasilitas produksi Saab Aeronautics, kami diajak untuk melihat hangar tempat sosok Gripen C dan Gripen E berada. Di hangar test flight, Hans Einerth selaku Gripen Test Pilot memberi penjelasan detail tentang desain dan sistem senjata pada Gripen. Poin yang menarik seperti adopsi IRST (Infra Red Search and Tracking) PIRATES pada bagian hidung Gripen E. Sensor penjejak (bukan radar) ini dapat memindai target dalam sudut horizontal 180 derajat, 90 derajat upwards, dan 10 derajat downwards. Dipakai dalam pertempuran jarak dekat, bersifat anti jamming, dan dapat digunakan pilot saat radar tidak berfungsi.
Fakta menarik lainnya adalah Gripen memang tidak dilengkapi drag chute, alias rem parasut. “Jet kami memang tidak dirancang untuk menggunakan drag chute, Gripen dapat mengerem cukup bagus dengan dukungan canard,” ujar Hans Einerth. Ia menyebut penggunaan drag chute akan mempengaruhi bobot pesawat, drag chute selama ini digunakan pada F-16 A/B Fighting Falcon. (Haryo Adjie)
Sumber : TSM/IM