Pasukan Antiteror TNI |
Sudah saatnya TNI dilibatkan dalam aksi pemberantasan terorisme. Acaman terorisme sangat luas dan merambah ke semua sektor, baik di darat, laut, dan udara. Untuk itu, tak cukup hanya Polri yang memberantasnya. Selama ini TNI hanya sebagai perbantuan. Padahal, TNI memiliki kesiapan perlengkapan sekaligus personel untuk ikut memberantas terorisme.
Demikian mengemuka dalam diskusi mingguan Forum Legislasi yang membincang RUU Terorisme di Media Center DPR, Selasa kemarin (18/10).
Anggota Pansus RUU, Akbar Faisal mengungkapkan, dirinya pernah menerima delegasi TNI yang meminta agar kata "tindak pidana" dalam RUU Pemberantasan Terorisme dihapuskan. Dengan begitu, TNI bisa ikut terlibat. Bila terorisme terjadi di laut dan udara, Densus 88 yang diisi personel Polri tidak mampu menjangkaunya.
TNI, sambung Akbar, sudah membuktikan keberhasilannya saat membebaskan sandera di laut Somalia ketika terjadi pembajakan kapal Indonesia. Hanya yang selalu jadi PR besar adalah koordinasi antara Polri dan TNI, karena sasing-masing masih memiliki ego dan hegemoni.
"TNI sering latihan untuk hadapi terorisme, tapi tak pernah dilibatkan," kata politisi Anggota F-Hanura itu.
Ketua Pansus RUU Terorisme Muhammad Syafii, mengungkapkan, RUU yang merupakan inisiatif Pemerintah itu, ingin tindak pencegahannya lebih banyak difokuskan daripada pemberantasannya.
Menurut Syafii, perlu dibentuk pula dewan pengawas atas kerja Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Selama ini, kata anggota Fraksi Partai Gerindra ini, para korban terorisme yang sudah jadi disabel tak pernah diperhatikan. Ini bisa jadi bagian dari pengawasan yang ingin diangkat dalam pembahasan RUU Terorisme.
Sementara Anggota Komisi III Nasir Jamil menyatakan, ketidakadilan dan tidak terjaminnya keamanan kolektif selalu jadi sumber terorisme. Pihaknya setuju bila TNI kemudian dilibatkan dalam pemberantasan terorisme.
Menurutnya, masalah terorisme tidak hanya hukum pidana semata, banyak sektor yang mengharuskan TNI masuk dalam organisasi BNPT. Ia juga menyayangkan koordinasi dua institusi Polri dan TNI masih jadi barang mahal.
Nasir juga berpendapat, perlu ada satuan tugas (satgas) di tubuh BNPT agar pemberantasan terorisme lebih konprehensif. Misalnya, satgas pencegahan, satgas pemberantasan, dan satgas perlindungan korban.
"Fraksi PKS tidak keberatan dengan pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme," tegas dia.
Sumber : http://rmol.co/dpr/read/2016/10/19/264967/DPR:-Sudah-Saatnya-TNI-Bisa-Ikut-Buru-Teroris-
Demikian mengemuka dalam diskusi mingguan Forum Legislasi yang membincang RUU Terorisme di Media Center DPR, Selasa kemarin (18/10).
Anggota Pansus RUU, Akbar Faisal mengungkapkan, dirinya pernah menerima delegasi TNI yang meminta agar kata "tindak pidana" dalam RUU Pemberantasan Terorisme dihapuskan. Dengan begitu, TNI bisa ikut terlibat. Bila terorisme terjadi di laut dan udara, Densus 88 yang diisi personel Polri tidak mampu menjangkaunya.
TNI, sambung Akbar, sudah membuktikan keberhasilannya saat membebaskan sandera di laut Somalia ketika terjadi pembajakan kapal Indonesia. Hanya yang selalu jadi PR besar adalah koordinasi antara Polri dan TNI, karena sasing-masing masih memiliki ego dan hegemoni.
"TNI sering latihan untuk hadapi terorisme, tapi tak pernah dilibatkan," kata politisi Anggota F-Hanura itu.
Ketua Pansus RUU Terorisme Muhammad Syafii, mengungkapkan, RUU yang merupakan inisiatif Pemerintah itu, ingin tindak pencegahannya lebih banyak difokuskan daripada pemberantasannya.
Menurut Syafii, perlu dibentuk pula dewan pengawas atas kerja Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Selama ini, kata anggota Fraksi Partai Gerindra ini, para korban terorisme yang sudah jadi disabel tak pernah diperhatikan. Ini bisa jadi bagian dari pengawasan yang ingin diangkat dalam pembahasan RUU Terorisme.
Sementara Anggota Komisi III Nasir Jamil menyatakan, ketidakadilan dan tidak terjaminnya keamanan kolektif selalu jadi sumber terorisme. Pihaknya setuju bila TNI kemudian dilibatkan dalam pemberantasan terorisme.
Menurutnya, masalah terorisme tidak hanya hukum pidana semata, banyak sektor yang mengharuskan TNI masuk dalam organisasi BNPT. Ia juga menyayangkan koordinasi dua institusi Polri dan TNI masih jadi barang mahal.
Nasir juga berpendapat, perlu ada satuan tugas (satgas) di tubuh BNPT agar pemberantasan terorisme lebih konprehensif. Misalnya, satgas pencegahan, satgas pemberantasan, dan satgas perlindungan korban.
"Fraksi PKS tidak keberatan dengan pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme," tegas dia.
Sumber : http://rmol.co/dpr/read/2016/10/19/264967/DPR:-Sudah-Saatnya-TNI-Bisa-Ikut-Buru-Teroris-