Drone ScanEagle |
Jane’s (23/2) memberitakan bahwa hasil kunjungan Menteri Pertahanan AS James ‘Mad Dog’ Mattis ke Indonesia nampaknya mulai berdampak positif. AS mengumumkan bahwa mereka akan menghibahkan empat unit UAV (Unmanned Aerial Vehicle) alias Drone tipe Boeing-Insitu ScanEagle.
Hibah dari AS itu dimaksudkan untuk membangun kemampuan pengamatan dan patroli maritim negara-negara Asia Tenggara. Hibah ScanEagle ini menjadikan Indonesia sebagai negara pengguna keempat di kawasan ASEAN setelah Singapura, Malaysia, dan Filipina.
Singapura dan Mayasia mengadakan ScanEagle langsung dari pabriknya pada medio 2012-2013, dan Malaysia bahkan sudah menggunakannya untuk memberantas separatis Sabah di Lahad Datu. Filipina membeli ScanEagle pada tahun 2016.
Dengan program Pemerintah Indonesia untuk membentuk poros maritim dan menjaga kedaulatan negeri ini, pengadaan drone maritim yang dilakukan dengan menunggu hibah sebenarnya merupakan sesuatu yang patut dipertanyakan, apakah kita memang serius dengan poros maritim?
UAV ScanEagle sendiri memiliki panjang 2,5 meter dengan bentang sayap hampir 2 meter. Bobotnya hanya sekitar 25 kilogram dan dapat membawa sensor seperti kamera seberat 4 kilogram. ScanEagle bisa terbang selama 24 jam lebih pada ketinggian 7 kilometer dan kecepatannya 80 knot. ScanEagle sendiri tidak bisa dipersenjatai. (Aryo Nugroho)
Boeing Insitu ScanEagle, Mini Drone untuk Tugas Intai Maritim TNI AL
Setelah Korps Marinir mengoperasikan drone flying wing SWG-R1, kini ada kabar terbaru bahwa TNI AL juga akan memperoleh drone jenis baru untuk memperkuat kemampuan pengamatannya di lautan. Persisnya TNI AL akan mendapatkan 4 unit drone ScanEagle produksi Boeing Insitu pada pertengahan 2018 ini.
Kabar tersebut pertama kali diwartakan situs Janes.com (23/2/2018). Disebutkan keempat drone ScanEagle merupakan bagian dari paket hibah dari Pemerintah Amerika Serikat untuk memperkuat kapabilitas intai maritim pada negara-negara di kawasan Asia Tenggara. ScanEgle yang battle proven di Irak ini memang laris manis dipasaran. Dari belasan negara pengguna, di Asia Tenggara ada Singapura dan Malaysia yang sudah lebih dulu memakai ScanEgle. Malahan Australia adalah salah satu pengguna terbesar drone ini.
Sepintas seperti apakah sosok ScanEagle? Struktur drone ini terdiri dari lima modul replaceable, yakni bagian hidung, badan pesawat (fuselage), avionik, sayap dan sistem propulsi. Sementara lebar bentang sayap keseluruhan (dengan winglet) mencapai 3,1 meter.
Khusus pengoperasian di wilayah bersuhu dingin, ScanEagle dapat dilengkapi dengan carburettor heating dan ice phobic wing covering. Karena termasuk mini drone, tak sulit untuk mengemas ScanEagle, drone ini dapat diurai dan dirakit dengan cepat dengan dukungan kontainer berukuran 1,7 1 x 0,45x 0,45 meter.
Seperti halnya target drone Jalak atau rudal Petir buatan PT Sari Bahari, ScanEagle tidak memiliki roda pendarat, alhasil drone ini diluncurkan lewat catapult pneumatic yang mampu melesatkan drone dengan kecepatan 25 meter per detik. Insitu yang kini menjadi anak perusahaan Boeing, sejak 2006 juga mengembangkan ScanEagle dengan model sayap lipat (folded wing), tujuannya agar drone ini dapat dilepaskan dari udara, terutama dari pesawat C-130 Hercules atau V-22 Osprey.
Karena tak punya roda, maka ScanEagle didaratkan dengan cara khusus, bukan dengan jaring atau parasut, melainkan menggunakan metode kabel penangkap (SkyHook) yang dikembangkan Insitu.
Sementara untuk payload yang menjadi elemen vital drone pengintai ini disematkan pada bagian hidung. Paket payload juga dibuat modular, sehingga operator dapat mengganti jenis payload dalam waktu beberapa menit saja. Lokasi sensor yang ditempatkan di bagian muka memudahkan operator untuk melacak sasaran tanpa harus melakukan manuver ulang.
Lantas apakah isi payload ScanEagle? Standarnya drone ini dilengkapi sensor thermal beresolusi tinggi DRS E6000. Sensor ini menyediakan resolusi 640×480 pixels dengan 25 micron pitch. ScanEagle juga dilengkapi short-wave infrared camera buatan Goodrich Sensors. Untuk misi memburu sniper, ScanEagle milik AU AS dipasangi sniper gun fire detection and location system. Pengujian terus berlanjut, yang terbaru ScanEagle malah digarap Boeing untuk instalasi NanoSAR synthetic aperture radar (SAR).
Sebagai dapur pacu, ScanEagle menggunakan tenaga propeller dengan dua bilah baling-baling. Menggunakan mesin piston dapat dihasilkan tenaga 0,97kW. Dalam sekali terbang, ScanEagle dapat membawa 4,3 kg bahan bakar (JP5 jet aircraft fuel).
Dalam menjalankan misi intai, ScanEagle dapat mengudara sampai 22 jam 10 menit. Bahkan pada uji coba dengan bahan bakar JP5, endurance ScanEagle bisa sampai 28 jam 44 menit di udara.
Dalam pengoperasiannya, ScanEagle diawaki oleh kru pada Ground Control Station. Sistem kontrol dan navigasi ScanEagle menggunakan GPS waypoint dan autonomous object tracking and autonomous in-flight route mapping. Untuk transmisi data, ScanEagle disokong datalink UHF 900MHz dan downlink S-band 2.4GHz untuk transmisi video.
Berapa harga ScanEagle? Menurut situs wikipedia.org, untuk empat unit ScanEagle berikut paket Ground Control dibandrol US$3,2 juta. (Gilang Perdana)
Boeing Insitu ScanEagle
- Payload:3,4 kg
- Length: 1,2 meter
- Wingspan: 3,1 meter
- Empty weight: 12 kg
- Loaded weight: 18 kg
- Max. takeoff weight: 22 kg
- Maximum speed: 148 km/h
- Cruise speed: 111 km/h
- Endurance: 24+ hours
- Service ceiling: 5.950 meter