Roket FFAR |
Belum lama berselang, sebuah portal online nasional menyebut bahwa pesawat intai maritim CN-235 220 jika disinergikan dengan jet tempur Sukhoi Su-27/30, maka akan menjadi senjata penghancur kapal perang yang mematikan. Walau masih mengundang tanya besar, peryataan tersebut ada nilai kebenarannya, terutama bila dikaitkan home base Skadron Udara 11 dan Skadron Udara 5 berasal dari lanud yang sama, yakni Lanud Hasanuddin di Makassar.
Dalam portal itu lebih lanjut disebut bila sinergitas CN-235 MPA dan Sukhoi diperkuat dengan sistem komunikasi yang telah terpadu diantara kedua wahana tersebut. Tapi lebih dari, disebut juga bila (misalnya) CN-235 220 MPA dipersenjatai, maka pesawat turbo propeller tersebut juga dapat melakukan fungsi penindakan, lebih dari peran saat ini yang maksimal sebatas melakukan pelaporan ke komando atas bila menemukan informasi yang terkait ancaman di lautan.
Untuk soal penindakan, walau sampai saat ini tak pernah terlihat ada hard point terpasang pada sayap CN-235 MPA milik TNI AU dan TNI AL, namun sejatinya dibawah masing-masing sayap utama CN-235 MPA buatan PT Dirgantara Indonesia dapat saja dipasangi hard point untuk cantelan rudal anti kapal sekelas AM-39 Exocet atau AGM-84 Harpoon. Dalam beberapa kesempatan, dummy Exocet pernah diperagakan di samping CN-235 MPA, meski belum pernah ada uji real pemasangan rudal anti kapal di CN-235 MPA.
Masih dari situs yang sama, disebutkan pula selain dengan rudal anti kapal, potensi senjata yang dapat digotong CN-235 MPA lainnya adalah roket dan torpedo. Dengan hard point yang tersedia, seperti halnya pada C-295 Persuader, sepasang torpedo dapat saja dibawa pula oleh CN-235 MPA.
Namun dalam persepsi peran patroli rutin dan melihat kondisi ‘kocek’ alutsista Indonesia yang serba ngepas. Harapan untuk memasang rudal anti kapal dan torpedo di CN-235 MPA ibarat pepatah jauh panggang dari api. Harga rudal anti kapal per unit-mya yang sangat mahal dan bobot yang besar (bobot satu unit AM-39 Exocet seberat 670 kg), tentu tak sebanding dengan potensi ancaman konvensional yang dihadapi. Belum lagi dengan membawa payload ekstra, berarti akan berpengaruh pada kecepatan dan konsumsi bahan bakar pesawat.
Tapi lain hal jika yang dipasang adalah roket FFAR (Folding Fin Aerial Rocket) 2,75 Inchi kaliber 70 mm. Walau terasa tak populer, justru sudah ada bukti bahwa roket FFAR dapat dipasang dengan sukses di CN-235, persisnya pada varian AC-235 Gunship yang telah dioperasikan Yordania.
Di AC-235, secara khusus terdapat stub wing yang menjadi tempat cantelan bagi peluncur roket FFAR 70 mm (2,75 inchi) dan rudal anti tank AGM-114 Hellfire. Stub wing pada AC-235 dibuat menghadap ke bawah 10 derajat, untuk memudahkan pembidikan sasaran tanpa pesawat perlu menukik terlalu ekstrim. Pemasangan peluncur roket FFAR pada bagian stub wing dipandang juga lebih memudahkan untuk loading munisi oleh ground crew. Lainnya lagi, roket FFAR juga sudah dapat diproduksi oleh industri dalam negeri.
Bila kelak ada opsi untuk mempersenjatai CN-235 MPA, maka opsi pemasangan FFAR terasa lebih realistis untuk peran operasi di Indonesia. (Gilang Perdana)