Presiden Amerika Serikat (AS) Donald John Trump menyarankan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan agar tidak menginvasi pasukan Kurdi di Suriah. Sebagai imbalannya, Washington menawarkan untuk melanjutkan penjualan pesawat jet tempur siluman F-35 kepada Ankara.
Tawaran Trump itu diungkap seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS kepada kolumnis Washington Post, Josh Rogin. Tawaran itu disampaikan saat kedua pemimpin melakukan kontak telepon pada hari Minggu atau beberapa hari menjelang invasi Turki terhadap pasukan Kurdi di Suriah timur laut.
F-35 |
Erdogan sendiri dijadwalkan berkunjung ke Gedung Putih pada 13 November mendatang dengan salah satu agendanya membahas akuisisi pesawat tempur F-35 generasi kelima Lockheed Martin oleh Ankara yang telah ditangguhkan Washington.
"Trump menawarkan kepada Erdogan paket yang sangat bagus, di samping manfaat lain dan kunjungan presiden," kata kata pejabat senior tersebut kepada Rogin, yang dilansir Business Insider, Kamis (10/10/2019).
Trump telah membuat keputusan untuk menarik sekitar 1.000 tentara AS dari wilayah Suriah pada hari Minggu setelah melakukan panggilan telepon dengan Erdogan. Ribuan pasukan Kurdi yang jadi sekutu AS dalam melawan kelompok Islamic State atau ISIS saat ini bertahan di Suriah timur laut.
Para pengamat mengatakan keputusan Trump telah membuat para pasukan Kurdi rentan terhadap serangan Turki dan bahkan bisa memicu kebangkitan ISIS.
Turki telah lama menganggap Unit Perlindungan Rakyat (YPG) Kurdi dan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang mayoritas Kurdi sebagai ancaman teroris yang terkait dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK). PPK adalah kelompok pemberontak yang berbasis di Turki yang telah ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh AS dan Turki.
Tawaran Trump yang ditujukan kepada Erdogan menandai perubahan dari kebijakan AS yang sebelumnya mengeluarkan Turki dalam program konsorsium bersama F-35.
AS memberikan kontrak F-35 kepada beberapa sekutunya, termasuk Inggris dan Korea Selatan, tetapi mencoret Turki dari daftar pembeli pesawat itu ketika Ankara nekat membeli sistem pertahanan rudal S-400 Rusia yang canggih.
"F-35 tidak dapat hidup berdampingan dengan platform pengumpulan intelijen Rusia yang akan digunakan untuk mempelajari kemampuan canggihnya," kata Gedung Putih dalam sebuah pernyataan waktu itu.
"Turki telah menjadi mitra lama dan tepercaya dan sekutu NATO selama lebih dari 65 tahun, tetapi menerima S-400 telah merusak komitmen semua Sekutu NATO yang dibuat satu sama lain untuk menjauh dari sistem Rusia," lanjut pernyataan tersebut. "Ini akan berdampak buruk pada interoperabilitas Turki dengan aliansi."
CEO Lockheed Martin Marillyn Hewson mengatakan Turki—yang memproduksi lebih dari 900 komponen F-35—telah dicoret dari program dan diharapkan akan digantikan oleh produsen Amerika pada Maret 2020. Padahal, negara itu akan membeli 100 unit F-35A.
AS juga menarik tawarannya dari kontrak penjualan sistem rudal Patriot senilai USD3,5 miliar karena Turki nekat membeli S-400 Rusia.
Pejabat Turki memprotes pengusiran Ankara dari program F-35 dan menggambarkannya sebagai "kesalahan yang akan membuka kerusakan yang tak bisa diperbaiki."
Meskipun ada peringatan dari Kongres, Trump bersimpati dengan Turki dan memberi sinyal dimulainya kembali pengiriman F-35. Di bawah undang-undang Melawan Musuh Amerika Melalui Sanksi atau CAATSA, pembelian Turki atas peralatan militer Rusia membuatnya bertanggung jawab atas sanksi AS.
"Ini adalah situasi yang sangat sulit bagi mereka," kata Trump pada Juli lalu. "Kita akan melihat apa yang terjadi. Tapi itu tidak terlalu adil."
"Karena fakta bahwa Anda membeli rudal Rusia, kami tidak diizinkan menjualnya senilai miliaran dolar," katanya mengacu pada jet tempur F-35 dan sistem rudal Patriot."Ini bukan situasi yang adil," imbuh dia.(Muhaimin)
Sumber : https://international.sindonews.com