Alexander Evert Kawilarang |
Nama Alexander Evert Kawilarang tercatat dalam sejarah lewat beberapa sepak terjangnya yang unik di masa revolusi. Dia juga dikenal luas dalam catatan sejarah, sebagai satu-satunya figur yang pernah menampar Soeharto yang kelak, jadi Presiden kedua RI dengan rezim lebih dari tiga dekade.
Dalam artikel sebelumnya, penulis pernah menguraikan pengalamannya sejak lulus pendidikan Koninklijke Militaire Academie (KMA) atau pendidikan Tentara Kerajaan Hindia Belanda, hingga jadi korban penyiksaan Jepang di Sumatera.
Tapi bukan itu saja kiprah Kawilarang yang unik dan mungkin, takkan pernah terjadi lagi dalam sejarah kemiliteran Indonesia. Pasalnya ternyata, Kawilarang pernah dua kali dipromosikan pangkat hanya dalam kurun waktu 10 menit saja!
Asal muasalnya, berawal dari keinginan Kawilarang bergabung ke tentara republik, pasca-Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Rasa nasionalismenya tumbuh sejak berulang kali disiksa Jepang.
Dia merasa mampu ikut ketentaraan di pihak republik, sebagai eks siswa KMA dan anggota KNIL (Koninklijke Nederlandsch Indisch Leger) atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda. Setelah minta restu keluarga, di mana ayahnya pensiunan KNIL berpangkat Mayor, Kawilarang segera lapor diri untuk mendaftar.
Kawilarang pun menghadap Kepala Markas Besar Umum TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Letjen Oerip Soemohardjo yang kemudian, menganjurkannya menemui Komandan Komandemen Jawa Barat Mayjen Didi Kartasasmita di Purwakarta.
Berangkatlah Kawilarang bersama tiga rekan eks KNIL juga, seperti Ahmad Joenoes Mokoginta, Askari dan Kusno Utomo, hingga tiba di Purwakarta dan menghadap Mayjen Didi Kartasasmita pada 25 Oktober 1945.
Awalnya, mereka diembankan tugas sebagai penghubung antar-resimen di Cikampek dan Purwakarta zonder alias tanpa pangkat. Jadi statusnya masih penghubung sipil yang hanya berbekal surat jalan.
Mereka juga ikut ketika Mayjen Didi Kartasasmita dan Menteri Pertahanan (Menhan) Amir Sjarifoeddin berkantor di (kantor penghubung) Jalan Cilacap, Jakarta. Nah, di sinilah terjadi titik balik karier kemiliteran Kawilarang.
Pada suatu ketika, Mayjen Didi memanggil Kawilarang dan menyatakan bahwa sudah waktunya Kawilarang diberikan pangkat. Saat itu, Mayjen Didi awalnya mengusulkan pangkat kapten dan segera minta “restu” Menhan di ruangan sebelah.
“Minister, vindt U goed det ik hem Kapitein maak? (Pak Menteri, apakah Anda setuju dia saya jadikan Kapten),” seru Mayjen Didi kepada Menhan Amir Sjarifoeddin dalam bahasa Belanda.
“Oh zeker, zeker (Oh, tentu saja, tentu saja),” jawab Menhan yang hanya mengangguk tanpa menoleh ke Mayjen Didi, sebagaimana dikutip dari buku ‘Kolonel AE Kawilarang: Panglima Pejuang & Perintis Kopassus’.
Ucapan selamat pun dilayangkan sang komandan yang juga memanggil rekan-rekan Kawilarang, untuk turut diberikan pangkat Kapten seperti Kawilarang. Tapi sebelumnya, sang komandan lebih dulu bertanya.
“Dulu, kalian bertiga (Kawilarang, Kusno dan Mokoginta) bertiga satu kelas di KMA atau CORO (Corps Opleiding voor Reserve Officieren/Korps Pendidikan Perwira Cadangan Tentara Hindia Belanda)?,” tanya Mayjen Didi.
“Bukan. Kusno di CORO, Mokoginta di KMA dan Kawilarang satu kelas lebih tinggi di KMA (dari Mokoginta),” jawab mereka yang lantas membuat Mayjen Didi kembali memanggil Kawilarang ke ruangannya.
“Jij was een klas hoger. Je wordt Majoor. Kom mee naar de Minister! (Kamu dulu sekelas lebih tinggi (di KMA dari Mokoginta). Kamu jadi Mayor. Mari ikut saya ke menteri (Amir Sjarifoeddin),” cetus Mayjen Didi.
Lalu kembalilah Mayjen Didi ke ruangan Menhan dan meminta restu Kawilarang dipromosikan pangkat (lagi). Permintaan itu pun dengan mudah diiyakan Menhan.
“Zeker, zeker. Ewl gefeliciteerd! (Tentu, tentu. Selamat!),” tutur Menhan. Maka jadilah Kawilarang dipromosikan pangkat Kapten dan kemudian Mayor hanya sekira selang 10 menit.
Lucu dan aneh memang, mengingat saat itu republik tengah diuji di masa revolusi fisik. Sebuah peristiwa langka yang mungkin takkan pernah terjadi lagi di lingkungan militer Indonesia.
Sumber : http://news.okezone.com/read/2016/11/09/337/1537357/news-story-kisah-kawilarang-dua-kali-promosi-pangkat-dalam-10-menit
Dalam artikel sebelumnya, penulis pernah menguraikan pengalamannya sejak lulus pendidikan Koninklijke Militaire Academie (KMA) atau pendidikan Tentara Kerajaan Hindia Belanda, hingga jadi korban penyiksaan Jepang di Sumatera.
Tapi bukan itu saja kiprah Kawilarang yang unik dan mungkin, takkan pernah terjadi lagi dalam sejarah kemiliteran Indonesia. Pasalnya ternyata, Kawilarang pernah dua kali dipromosikan pangkat hanya dalam kurun waktu 10 menit saja!
Asal muasalnya, berawal dari keinginan Kawilarang bergabung ke tentara republik, pasca-Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Rasa nasionalismenya tumbuh sejak berulang kali disiksa Jepang.
Dia merasa mampu ikut ketentaraan di pihak republik, sebagai eks siswa KMA dan anggota KNIL (Koninklijke Nederlandsch Indisch Leger) atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda. Setelah minta restu keluarga, di mana ayahnya pensiunan KNIL berpangkat Mayor, Kawilarang segera lapor diri untuk mendaftar.
Kawilarang pun menghadap Kepala Markas Besar Umum TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Letjen Oerip Soemohardjo yang kemudian, menganjurkannya menemui Komandan Komandemen Jawa Barat Mayjen Didi Kartasasmita di Purwakarta.
Berangkatlah Kawilarang bersama tiga rekan eks KNIL juga, seperti Ahmad Joenoes Mokoginta, Askari dan Kusno Utomo, hingga tiba di Purwakarta dan menghadap Mayjen Didi Kartasasmita pada 25 Oktober 1945.
Awalnya, mereka diembankan tugas sebagai penghubung antar-resimen di Cikampek dan Purwakarta zonder alias tanpa pangkat. Jadi statusnya masih penghubung sipil yang hanya berbekal surat jalan.
Mereka juga ikut ketika Mayjen Didi Kartasasmita dan Menteri Pertahanan (Menhan) Amir Sjarifoeddin berkantor di (kantor penghubung) Jalan Cilacap, Jakarta. Nah, di sinilah terjadi titik balik karier kemiliteran Kawilarang.
Pada suatu ketika, Mayjen Didi memanggil Kawilarang dan menyatakan bahwa sudah waktunya Kawilarang diberikan pangkat. Saat itu, Mayjen Didi awalnya mengusulkan pangkat kapten dan segera minta “restu” Menhan di ruangan sebelah.
“Minister, vindt U goed det ik hem Kapitein maak? (Pak Menteri, apakah Anda setuju dia saya jadikan Kapten),” seru Mayjen Didi kepada Menhan Amir Sjarifoeddin dalam bahasa Belanda.
“Oh zeker, zeker (Oh, tentu saja, tentu saja),” jawab Menhan yang hanya mengangguk tanpa menoleh ke Mayjen Didi, sebagaimana dikutip dari buku ‘Kolonel AE Kawilarang: Panglima Pejuang & Perintis Kopassus’.
Ucapan selamat pun dilayangkan sang komandan yang juga memanggil rekan-rekan Kawilarang, untuk turut diberikan pangkat Kapten seperti Kawilarang. Tapi sebelumnya, sang komandan lebih dulu bertanya.
“Dulu, kalian bertiga (Kawilarang, Kusno dan Mokoginta) bertiga satu kelas di KMA atau CORO (Corps Opleiding voor Reserve Officieren/Korps Pendidikan Perwira Cadangan Tentara Hindia Belanda)?,” tanya Mayjen Didi.
“Bukan. Kusno di CORO, Mokoginta di KMA dan Kawilarang satu kelas lebih tinggi di KMA (dari Mokoginta),” jawab mereka yang lantas membuat Mayjen Didi kembali memanggil Kawilarang ke ruangannya.
“Jij was een klas hoger. Je wordt Majoor. Kom mee naar de Minister! (Kamu dulu sekelas lebih tinggi (di KMA dari Mokoginta). Kamu jadi Mayor. Mari ikut saya ke menteri (Amir Sjarifoeddin),” cetus Mayjen Didi.
Lalu kembalilah Mayjen Didi ke ruangan Menhan dan meminta restu Kawilarang dipromosikan pangkat (lagi). Permintaan itu pun dengan mudah diiyakan Menhan.
“Zeker, zeker. Ewl gefeliciteerd! (Tentu, tentu. Selamat!),” tutur Menhan. Maka jadilah Kawilarang dipromosikan pangkat Kapten dan kemudian Mayor hanya sekira selang 10 menit.
Lucu dan aneh memang, mengingat saat itu republik tengah diuji di masa revolusi fisik. Sebuah peristiwa langka yang mungkin takkan pernah terjadi lagi di lingkungan militer Indonesia.
Sumber : http://news.okezone.com/read/2016/11/09/337/1537357/news-story-kisah-kawilarang-dua-kali-promosi-pangkat-dalam-10-menit